Pada dasarnya, lima karakteristik image radiografik menentukan
kualitasnya: spasial resolusi , kontras resolusi, noise, distorsi, dan
artefak (Sprawls, 1955). Setiap karakteristik dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang berkaitan dengan processing, geometri, gerakan, kontras
subjek, teknik kontras film, reseptor image, ukuran titik focal, kondisi
yang dilihat, dan penampilan peneliti / observer.
Dalam CT Scan
beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas gambar telah diidentifikasi
dan didiskusikan dalam beberapa kesempatan (Pfeiler dkk, 1976;
Blumenfeld dan Glover, 1981; Hanson, 1981; Morgan, 1983; Villafana,
1987; Sprawls, 1995; dan Barnes dan Lakshminarayanan, 1989). Kalender
dan Polacin (1991) juga membedakan kualitas gambar CT scanning dalam
geometri spiral.
KUALITAS
Pernyataan Umum
Robb dan Morin
(1991) telah menunjukkan serangkaian faktor yang mempengaruhi kualitas
gambar : karakteristik sinar x, dosis, kemampuan penyebaran subjek,
ketebalan irisan (slice thickness), hamburan, efisiensi konversi analog
menjadi digital, ukuran pixel, algorithma rekonstruksi, dan display
resolusi.
Robb dan Morin (1991) juga telah memberikan pernyataan aljabar untuk kualitas image dalam CT:
δ2 (µ) = kT / (td2R) (II - I)
dimana
δ (µ) adalah selisih (sebuah pengukuran variabilitas µ terhadap rerata)
antara hasil dari noise, T adalah kemampuan penyebaran (kebalikan dari
atenuasi, dengan mempertimbangkan komposisi dan distribusi jaringan), t
adalah slice thickness, d adalah ukuran pixel, R adalah dosis, dan k
adalah faktor yang digunakan untuk merubah dosis kulit menjadi dosis
yang terserap.
Untuk meningkatkan kualitas gambar, dosis dan ukuran
pixel (d) bisa dirubah “karena kemampuan penyebaran umumnya tidak bisa
dirubah dan untuk beberapa scan, setting ketebalan irisan akan
dicocokkan” (Robb dan Morin, 1991).
Pengukuran
Kualitas image CT ditentukan oleh faktor yang ditunjukkan dalam gambar 11-1.
Fig.11-1
Beberapa
metode dapat digunakan untuk mengukur beberapa parameter ini, seperti
fungsi penyebaran titik (PSF), fungsi penyebaran garis (LSF), fungsi
transfer kontras (CTF), dan fungsi transfer modularisasi (MTF). Dari
semua fungsi ini, MTF adalah deskriptor spasial resolusi yang paling
sering digunakan dalam CT dan radiografi konvensional.
PSF
menjelaskan kekurangtebalan yang dihasilkan ketika sebuah titik objek
tidak dipancarkan kembali sebagai titik “yang sebenarnya” dalam image.
Kekurangtebalan ini menghasilkan efek kabur (yaitu titik tersebut
menyebar membentuk lingkaran yang dapat diukur). Ukuran spasial resolusi
adalah lebar fungsi penyebaran titik pada setengah dari nilai
maksimumnya. Ukuran ini disebut full widht at half-maximum (FWHM) atau
lebar penuh pada setengah dari nilai maksimum, yang sering dilihat pada
data CT untuk spasial resolusi.
LSF juga menjelaskan ketidaktajaman
dari sebuah sistem imaging ketika sebuah objek garis atau celah tidak
dihasilkan kembali sebagai sebuah image garis atau celah, tapi menyebar
sebagai jarak yang dapat diukur.
CTF, juga disebut sebagai fungsi
respon kontras, mengukur respon kontras sistem imaging. Untuk pola uji
resolusi yang terdiri dari serangkaian celah dan ruang, kontras sultant
adalah perbedaan dalam ketebalan (densitas) antara daerah celah yang
berdekatan. Pada grafik yang digambar antara kontras yang dihasilkan
dari celah image sebagai sebuah fungsi jumlah celah per panjang unit,
CTF bisa didapat. Kontras image menurun ketika jumlah celah per panjang
unit menurun.
MTF bisa diperoleh dari LSF, PSF, dan fungsi respon
tepi (ERF), yang menjelaskan tentang respon sistem imaging pada daerah
yang berdekatan dengan densitas rendah dan tinggi. MTF bisa didapat
dengan perubahan Fourier dari LSF, PSF, dan ERF. MTF mengukur kemampuan
resolusi dari sebuah sistem dengan memecah objek menjadi komponen
frekuensinya (gambar 11-2). Optical densitas menunjukkan kemurnian
image, atau ketepatan dimana objek dapat dihasilkan kembali dalam image.
MTF 1 artinya bahwa sistem imaging telah menghasilkan kembali objek
dengan tepat, sedangkan MTF 0 mengindikasikan bahwa tidak ada transfer
objek menjadi image.
Dalam Figur 11-2, pada line pair 1 (lp)/cm
frekuensi spasial, optical density adalah 0.88; pada 2 lp/cm, optical
density adalah 0.59, dan sebagainya. Jika spasial frekuensi digambarkan
sebagai sebuah fungsi kemurnian image, kurva MTF dapat diperoleh (gambar
11-3). MTF adalah fungsi transfer yang paling umum untuk CT scanner.
Dalam kurva MTF untuk dua CT scanner (gambar 11-4), scanner A dapat
menggambarkan 5.2 lp/cm pada 0.1 MTF jika dibandingkan dengan scanner B,
yang hanya bisa menggambarkan 3.5 lp/cm pada 0.1 MTF. Ini berarti bahwa
scanner A memiliki kemampuan spasial resolusi yang lebih baik daripada
scanner B.
Berapakah ukuran yang absolut bagi sebuah objek dalam
imaging CT? Bushong (1997) memberikan jawaban “sama dengan perbandingan
terbalik spasial frekuensi”. Contohnya, jika frekuensi spasial dari
sebuah CT scanner adalah 15 lp/cm (15 lp/cm-1), kemudian CT scanner
dapat memecah objek sebesar 0.3 mm (1/15 lp/cm = 10/15 lp/mm = 0.6 mm/lp
= 0.3 mm).
Akhirnya, noise dalam sebuah image dapat diukur oleh
spektrum kekuatan noise, atau spektrum Wiener (gambar 11-5). Deskripsi
ini dapat juga digunakan untuk meneliti bunyi total dari sebuah sistem.
gambar 11-5 menunjukkan bahwa spektrum kekuatan noise didapat dengan
perubahan Fourier untuk memecahkan gambaran noise menjadi komponen
frekuensinya. Sedangkan MTF menunjukkan spasial resolusi, spektrum
kekuatan noise menjelaskan kontras resolusi.
Gambar 11-2 dan 11-3
Gambar 11-4 dan 11-5
Phantom
Pabrik
CT memberikan berbagai jenis phantom untuk pengukuran rutin, tapi
phantom lain bisa didapat untuk pengukuran tambahan. Dua phantom yang
populer adalah pola ledakan bintang dan pola batang yang serupa dengan
phantom Catphan (Laboratorium Penelitian Alderson) dan phantom
Plexiglass yang terdiri dari serangkaian lubang dengan diameter yang
berbeda yang disusun dalam baris-baris (row) (Persatuan Ahli Ilmu Fisika
dalam Kedokteran Amerika (AAPM)). Figur 11-6 menggambarkan beberapa
phantom untuk mengukur noise, spasial resolusi , kontras resolusi ,dan
ketebalan irisan (slice thickness).
Gambar 11-6
RESOLUSI
Resolusi
pada CT dapat didiskusikan dalam bentuk spasial resolusi dan kontras
resolusi. Pada pembahasan ini, akan menggambarkan karakteristik penting
antara keduanya.
Spasial Resolusi
Spasial resolusi
menjelaskan tingkatan derajat efek kabur (blurring) pada sebuah
gambaran. Pada CT scanner, spasial resolusi adalah “suatu ukuran dari
kemampuan untuk membeda-bedakan objek tentang bermacam-macam densitas
suatu jarak yang kecil terpisah suatu latar belakang yang seragam” (Robb
and Morin, 1991).
Spasial resolusi sering digambarkan oleh PSF, LSF
dan MTF (lihat gambar 11-4). Barnes dan Lakshminarayanan (1989) dapat
digunakan pada MTF untuk menjelaskan spasial resolusi pada sistem CT,
yang diikuti :
MTF system (f) = MTF geometry (f) ∙ MTF algorithm (f) (11-2)
Dimana
f adalah spasial resolusi. Equasi 11-1 menunjukkan bahwa CT spasial
resolusi secara umum yang dipengaruhi oleh dua kategori dari
faktor-faktor : geometris dan rekonstruksi algoritma.
Faktor Geometri
Faktor
geometrik mengacu pada faktor-faktor berperan dalam proses akusisi data
(Blumenfeld dan Glover, 1981) seperti ukuran focal spot, detektor,
slice thickness, jarak antara fokus, isocenter (pusat rotasi pada
gantry) dan jarak sampling. Rekonstruksi algoritma-algoritma,
bagaimanapun juga mempengaruhi spasial resolusi berdasarkan pada
kemampuan mereka untuk memperlancar atau meningkatkan tepi-tepi.
Pada
CT, ukuran focal spot efektif di isocenter menunjukkan ukuran focal
spot di dalam tabung sinar-X. Jika ukuran focal spot efektif meningkat,
detail di dalam object itu dibagi-bagikan diatas beberapa
detektor-detektor, seperti itu dapat mengurangi spasial resolusi.
Ukuran
lubang bidik kamera mengacu pada lebar dari ukuran lubang bidik kamera
di detektor. Secara umum, object itu dapat dipecahkan ketika ukuran
lubang bidik kamera adalah lebih kecil dibanding pengaturan jarak
antara object. Spasial resolusi yang lebih tinggi dapat diperoleh karena
ukuran-ukuran lubang bidik kamera yang lebih kecil. Kedua-duanya
ukuran focal spot dan lebar bidik detektor mempengaruhi resolusi dalam
kaitan dengan menggunakan istilah lebar berkas sinar scan yang efektif
di isocenter. Focal spot dan detektor terkecil ukuran adalah 4 mm, 10
mm slice thickness menyebar 4 mm diatas seluruh slice thickness dan
seperti itu CT number yang salah. Efek ini disebut dengan partial volume
effect. Slice dekat dengan ukuran obyek, seperti suatu 5 mm , slice
thickness , akan menjadi suatu perbaikan yang penting dan seperti itu
meningkatkan spatial resolusi.
Banyaknya proyeksi-proyeksi juga
mempengaruhi spatial resolusi. Seperti banyaknya proyeksi-proyeksi
meningkat, lebih banyak data ada tersedia untuk rekonstruksi gambaran
dan memperbaiki spatial resolusi (gambar 11-7).
Gambar 11-7
Rekonstruksi Algoritma
Mengingat
dari bab 7 bahwa rekonstruksi gambar melibatkan dua prosedur
mathematical : belokan dan proyeksi kembali. Sangat utama, jika
profil-profil proyeksi kembali memproyeksikan tanpa koreksi, blurring
muncul (gambar 11-8,A). Untuk mempertajam gambaran, suatu proses belokan
diberlakukan bagi beban profil scan sebelum proyeksi kembali (gambar
11-8, B). Sifat dan tingkat derajat dari penimbangan bergantung pada
algoritma belokan (gambar 11-9).
Gambar 11-8
Algoritma belokan
atau inti mempengaruhi penampilan dari struktur-struktur gambaran.
Algoritma belokan telah dikembangkan untuk masing-masing aplikasi
spesifik anatomi. Pada umumnya, algoritma ini diberlakukan untuk menekan
soft tissue (algoritma standar) dan tulang dan dikenal sebagai
algoritma-algoritma soft tissue dan tulang detail. Sedangkan, pembentuk
diberlakukan untuk tulang belakang, pankreas, ginjal, paru- paru atau
setiap daerah soft tissue, yang belakangan stuktur tulang yang
diterapkan telinga dalam dan tulang yang tebal/padat.
Spasial
resolusi pada kontras yang tinggi juga disebut dengan kontras resolusi
tinggi dan dapat ditentukan dari MTF atau gambaran CT pada phantom
(gambar 11-10).
Gambar 11-10
Ketika resolusi kontras
tinggi dibandingkan oleh MTF pada 0,1% (lihat gambar
11-4), dikenal dengan resolusi pembatasan (Bushong, 1997).
Resolusi
display digambarkan sebagai banyaknya pixel setiap dimensi baik yang
vertikal dan horisontal menyangkut ukuran acuan/matriks pada layar
monitor atau kertas film. Dahulu, gambar menggunakan ukuran
acuan/matriks 80 X 80,128 X 128 dan 256 X 256 (gambar 11-11).
Efek ukuran acuan/matriks pada resolusi diatas dijelaskan dalam gambar
11-11.
Gambar 11-11
Sekarang, CT scanner menggunakan ukuran
acuan/matriks lebih tinggi bersamaan dengan algoritma belokan terpilih
untuk meningkatkan tampilan resolusi (display). CT scanner boleh
menggunakan ukuran acuan/matriks rekonstruksi 512 X 512 dengan ukuran
pilihan pixel antara 0.06 dan 1 mm. Ketika gambaran ini ditampilkan,
pada gambar ukuran acuan/matriks 1024X1024 memudahkan perbedaan
menyangkut detail anatomis dan lebih tajam membuat garis demarkasi
struktur anatomic dengan kontras tinggi. Scanner yang lain boleh
menggunakan suatu ukuran acuan/matriks rekonstruksi 1024 X 1024 dan
suatu resolusi tampilan tinggi (1024X1280) untuk memberi suatu resolusi
20 lp/cm.
High-Resolution CT
High-Resolution CT ( HRCT)
adalah suatu teknik yang diperkenalkan pada pertengahan tahun 1980an
sebagai hasil penemuan penting di dalam memproses CT dan di dalam bidang
komputer. Hal ini dikembangkan untuk mengevaluasi penyakit yang
menyangkut paru-paru dan "sekarang ini alat noninvasive yang paling
akurat untuk evaluasi struktur paru-paru " ( Mayo,1991). Aspek teknis
HRCT telah diuraikan oleh sejumlah pekerja, khususnya oleh mayo (1991).
HRCT ialah " suatu teknik yang mengoptimalkan spatial resolusi pada
scanner konvensional" ( swensen et all,1992).
Batas berkas kolimasi
memastikan bahwa irisan / slice tipis dapat diperoleh. Ketebalan irisan
(slice thickness) 1.0, 1.5, dan 2.0 mm dibandingkan dengan slice
thickness 8 sampai 10 mm pada scanning CT merupakan suatu yang umum.
Irisan tipis ini mengurangi artifacts yang disebabkan oleh rata-rata
volume parsial. Gambar 11-12 memperlihatkan suatu perbandingan
menyangkut derajat tingkat spatial resolusi yang diusahakan oleh dua
irisan dari ketebalan yang berbeda .
Gambar 11-12 dan 11-13
Parameter
berikutnya yang mengoptimalkan HRCT adalah rekonstruksi algoritma.
Kepadatan frekwensi algoritma yang tinggi telah ditunjukkan untuk
meningkatkan kepadatan resolusi yang sangat berarti namun terdapat
banyak noise (mayo,1991) ( gambar 11-13). Menurut Meziane (1992),
bertambahnya noise tidak selalu mempunyai pengaruh terhadap interpretasi
dalam scan, meskipun noise dapat mengaburkan perubahan parenchymal yang
sulit dipisahkan. Untuk mengurangi noise, frekwensi kepadatan algoritma
yang rendah dapat digunakan untuk gambar yang lembut, tetapi algoritma
ini tidaklah dapat digunakan dalam HRCT pada bagian otak dan abdomen,
di mana kontras subyek tidaklah sama seperti paru-paru ( galvin et
al,1992).
Akhirnya, HRCT memerlukan pengurangan ukuran pixel untuk
menyediakan suatu peningkatan lebih lanjut dalam spasial resolusi. Hal
ini terpenuhi dengan penggunaan suatu Field of View (FOV) yang lebih
kecil.
Pixel size = FOV : matrix size (11-13)
Untuk
40 CM FOV pada suatu ukuran acuan/ matriks 512 X 512, ukuran pixelnya
adalah 0.78 mm (400mm/512). Jika FOV dikurangi menjadi 20 cm, ukuran
pixelnya adalah 0.49 mm; untuk 13cm FOV, ukuran pixel adalah 0.25 mm.
Pengurangan ini dikenal sebagai targetting. Dengan retrospektif
targetting atau retargetting, "suatu subset pada scan data
direkonstruksi lagi pada rekonstruksi grid lebih kecil, dengan demikian
meningkatkan spasial resolusi " ( mayo,1991) ( gambar.11-14).
Gambar 11-14
Faktor
- faktor teknik untuk HRCT pada umumnya mempunyai range dari
20 kVp, 140 mA sampai 140kVp dan 200 mA, dengan waktu scan antara 2 dan 3
detik (mayo,1991; galvin et al 1992; swensen et al 1992; dan
mezine,1992). Jika faktor teknik, terutama mA dan waktu scan, dapat
ditingkatkan untuk mengurangi noise didalam gambaran dan hasilnya sesuai
dengan peningkatan didalam dosis radiasi kepada pasien.
KONTRAS RESOLUSI
Kontras
resolusi rendah, atau resolusi jaringan, adalah kemampuan dari suatu
sistem penggambaran untuk mempertunjukkan perubahan kecil di dalam
kontras jaringan. Pada CT, kontras resolusi kadang-kadang dikenal
sebagai sensitifitas pada sistem (hounsfield,1978). Kontras resolusi
dapat juga dinyatakan dalam kaitannya dengan kemampuan atau unit CT ke
object gambaran 2 sampai 3 mm dalam ukuran yang sedikit bertukar didalam
densitas dari lingkungan yang mana mereka tempatkan (curry et al,1990).
Dalam hal ini, memasukkan low-contrast dapat digunakan untuk
menjelaskan kontras resolusi pada CT.
Gambar 11-15
Untuk
memahami low-contrast resolusi, mempertimbangkan tiga jaringan yang
berbeda dari nomor-atom (Z) dan perbedaan densitas( gambar 11-15). Jika
jaringan ini digambarkan oleh radiografi konvensional, gambaran yang
diperoleh akan menunjukkan kontras yang baik antara tulang dan soft
tissue (otot dan lemak) saja. Nilai-Nilai yang menyangkut densitas dan Z
untuk otot dan lemak terlalu dekat dan dibedakan oleh radiografi dan
itu nampak seperti “bayang-bayang soft tissue”. Kontras antara tulang
dengan Z 13.8 dan soft tissue dengan suatu Z 7.4 adalah nyata karena
perbedaan yang signifikan antara kepadatan dan Z dua jaringan ini.
Keuntungan
CT adalah bahwa kontras resolusi lebih baik daripada radiografi
konvensional. CT dapat menggambarkan jaringan dalam densitas dan nomor
anatomis. Sedangkan radiografi dapat membeda-bedakan suatu perbedaan
densitas sekitar 10% ( curry ET AL,1990), CT dapat mendeteksi
perbedaan densitas dari 0.25% sampai 0.5%, tergantung pada scanner
(low-contrast resolusi untuk beberapa CT scanner yang populer
diperkenalkan di dalam appendix).
Low-Contrast resolusi pada CT
mempengaruhi beberapa faktor termasuk fluks photon, slice thickness,
ukuran pasien ,sensitivitas pada detector, reconstruksi algorithma,
image display, recording, dan noise ( lihat kotak di bawah) (
morgan,1983).
Faktor yang mempengaruhi low-contrast resolution
Photon fluks
Slice thickness
Patient size
Detector sensitivity
Fluks
photon tergantung pada kVp, mAs, dan filtrasi berkas cahaya.
Faktor-faktor ini mempengaruhi kwantitas dan kualitas photon yang
menjangkau detektor tersebut. Sebagai tambahan, ukuran dari pasien
mempengaruhi atenuasi pada berkas sinar dan flux photon pada detektor.
Sedangkan ditingkatkannya faktor teknik ( kVp dan mAs) meningkatkan
fluks photon. Ditingkatkannya filtrasi berkas sinar dan ukuran pasien
mengurangi fluks foton karena besarnya atenuasi radiasi. Pada CT,
faktor ini dioptimalkan untuk meningkatkan low-contrast resolusi.
Slice
thickness juga mempengaruhi low-contrast resolusi. Hal ini dinyatakan
di dalam bab 4 bahwa kolimasi adalah satu cara mengalahkan penurunan
kontras yang khas pada radiografi konvensional karena terbukanya beam
geometry. Di dalam CT, kolimasi mengontrol slice thickness, irisan
sangat tipis memerlukan batas kolimasi. Tipe kolimasi jenis ini
mengurangi sinar hambur/ tersebar yang menginterupsi detektor dan dengan
begitu meningkatkan kontras resolusi. Bagaimanapun, slice thickness
meningkat, faktor – faktor teknik harus pula meningkat.
Kepekaan /
sensitifitas detektor mempengaruhi kontras resolusi. Di dalam CT
detektor harus mampu untuk membedakan perbedaan kecil pada atenuasi
sinar x, yang mana diperlukan untuk mengukur perbedaan kecil didalam
kontras jaringan lunak (soft tissue) dalam membandingkan sedikitnya 1% (
morgan,1983).
Efek pada rekonstruksi algoritma dalam kontras
resolusi adalah dramatis. Pengaruh algoritma frekwensi spasial yang
tinggi didalam peningkatan spasial resolusi dapat dibahas ( lihat gambar
11-13). Pada umumnya, frekwensi spasial algoritma yang rendah dapat
digunakan untuk gambaran yang lembut/halus, yang mana "bisa meningkatkan
perseptibilitas low-contrast luka seperti metastase" (morgan.1983).
Sebagai tambahan, algoritma juga bermanfaat untuk gambaran pada bagian
otak dan abdomen karena perbedaan didalam kontras subjek sulit
dipisahkan (galvin et all,1992). Ukuran layar tampilan (ukuran tampilan)
dan jarak pengamatan juga mempengaruhi kontras resolusi. Mccullogh
(1977) telah menambahkan catatan bahwa jarak meningkatkan screens,
meningkatkan kemampuan yang besar untuk mendeteksi gambaran low-contrast
.
Akhirnya, noise mempengaruhi low-contrast resolusi didalam CT. Di
dalam hal ini, noise lebih mengacu pada quantum noise. Jika terlalu
sedikit photon yang dideteksi, kemudian gambaran nampak seperti "noise"
dan low-contrast resolusi diturunkan tingkatannya. Bersama-sama, noise
dan kemampuan spasial resolusi mengenai kontras rendah disebut
low-contrast resolusi. Dosis radiasi harus ditingkatkan agar photon yang
lebih di detektor dapat menghasilkan sinyal lebih kuat.
Contrast detail diagram
Diagram
kontras detail (CCD) adalah suatu grafik yang diukur kontras adalah
merencanakan pada ordinat sebagai suatu fungsi garis tengah (diameter)
yang dapat ditemukan dari obyek, yang direncanakan di absis. Dari
grafik, informasi dapat diperoleh keduanya, yaitu kontras yang rendah
dan resolusi kontras tinggi pada kontras. Pada kontras 100% ( 1000
∆CT/HU) batas resolusi (diameter kecil) terjadi (Villafana,1987).
Resolusi pada kontras yang rendah dapat ditentukan dari diagram untuk
setiap garis tengah(diameter).
"Ketika kontras berkurang, resolusi
jatuh/turun. Pada level/tingkatan kontras yang rendah, kurva-kurva
cenderung untuk meratakan ke luar (ini dikenal sebagai batas noise)"
(Villafana, 1987), diagram kontras detail dapat ditentukan sebagai
berikut:
Metode sederhana yang ditentukan CDD, dimana noise
membebaskan gambaran yang superposisi di suatu gambaran noise yang asli.
Kontras objek kemudian ditentukan, di mana titik baris dari lubang
hampir tidak dapat dibedakan di dalam gambaran yang berasal.
Phantom
berisi sejumlah angka dari lubang yang sama jauh pada diameter d- antara
64 dan 44 lubang, tergantung pada diameter dan pusat sampai jarak pusat
dari 2d. Lubang tersebut diatur /disusun berupa bentuk matriks.
Gambaran dari struktur itu dapat dihitung berdasarkan pada fungsi
pokok/penting yang tersebar, dengan mana setiap kontras yang diinginkan.
Ko, dapat dengan mudah diperoleh. Hasilnya adalah gambaran, Io ( Ko, d
) sebagaimana yang diperoleh dengan phantom asli yang menggambarkan
bentuk lubang (eg, suatu plat lubang bor plexiglass).
Suatu gambaran
noise, In diperoleh sebagai berikut : dua gambaran transaxial yang
diperoleh dari phantom air 20cm kemudian dikurangi untuk menghapus
struktur reguler seperti vignetting. Didalam gambaran diferensial,
standar deviasi dihitung bidang lingkar pusat sekitar 40 centimeter
(noise pixel 6) dan membuat normal / dinormalisir untuk tingkat pada
noise σ.
Kontras objek yang dikumpul Ko dari gambaran Io dinormalisir
dengan Sk sehingga pola lubang dapat dibedakan didalam gambaran yang
diperoleh dari penambahan gambar I = Sk dalam gambaran noise In. Yang
dapat dibedakan adalah menggambarkan sebagai kemampuan untuk menghitung
50% dari lubang pada gambar. Ketika kriteria ini dipenuhi, kontras (CT
ref = Sk x Ko) yang dihasilkan sebagai sinyal untuk noise pixel. Jadi,
dengan demikian kemampuan mendeteksi lubang dengan diameter d
tergantung di signal-to-noise. Untuk noise pixel dari suatu mode scan
yang terpilih. Kontras CT (d) bahwa dapat hampir tidak dibeda-bedakan
kemudian dihasilkan sebagai berikut :
Yang dikenali sebagai di atas. CDD kemudian menentukan banyaknya kombinasi yang mungkin pada kontras dan diameter lubang.
Keuntungan
dari metode ini adalah kesederhanaan dimana memberi diameter lubang
yang dapat digambarkan dengan tingkatan pada kontras.
Dengan
solusi-solusi perpaduan kontras, umumnya sulit disepakati untuk mencapai
tingkatan kontras yang diperlukan karena diameter lubang yang diberi.
Suatu
CDD dapat dengan cepat ditentukan dengan metode matriks, menggunakan
beberapa rekonstruksi-rekonstruksi gambaran dan gambaran
superposisional. CDD yang hasilnya dapat dengan mudah ditetapkan oleh
pengukuran dari phantom low-contras untuk berbagai kombinasi diameter
kontras dan lubang (siemens, 1989).
NOISE PROPERTIES
Pada
CT, noise adalah fluktuasi angka-angka CT antara titik-titik di dalam
gambaran untuk suatu scan dari material yang seragam / sama seperti air.
Noise dapat digambarkan dengan standar deviasi σ nilai-nilai dalam
gambaran matriks (pixel-pixel) menggunakan ekspresi yang berikut :
Noise (σ) = √ ∑ (x1- x)2 : n-1 (11-15)
Dimana
n adalah nomor total dari pixel didalam daerah, X1 adalah nilai-nilai
pixel individu. Jawaban yang dihitung ditandai statistik yang disebar di
dalam angka-angka CT yang direkonstruksi.
Noise Level
Noise
level itu dapat dinyatakan sebagai suatu persentase dari kontras atau
angka CT. Jika 3 adalah standar deviasi untuk suatu unit CT dengan range
angka CT ±1000, kemudian noise level menyatakan sebagai suatu
persentase dari kontras adalah sebagai berikut :
Noise level (%) = 3/1000 X 100
= 3/10
= 0.3 %
Jadi , 3 units out of 1000 represent 0,3 %
Noise
dapat diukur dengan scanning suatu phantom air yang ditempatkan dalam
daerah scan dan menghitung rata-rata dan standar deviasi untuk suatu
daerah minat (ROI). Noise pixel kemudian adalah scan kVp, slice
thickness, ukuran obyek, dan algoritma. Sebagai contoh, pada 210 mAs, 1
scan yang kedua, 10 mm slice, 120 kVp dan suatu algoritma detail yang
lembut, noise untuk somatom Plus adalah 2,9 HU (Siemens, 1989).
Source
Noise
pada CT sebagian besar berkaitan sebagai berikut (1) nomor dari
photon-photon yang dideteksi (kuantum noise), (2) ukuran matriks (ukuran
pixel), (3) slice thickness, (4) algoritma, (5) noise elektronik
(elektronik detektor); (6) radiasi hambur dan (7) ukuran obyek. Brooks
dan Di Chiro (1967) sudah menggambarkan pernyataan / persamaan untuk
noise pada CT bahwa menghubungkan beberapa faktor-faktor ini :
σ (µ) α [ B : W3hD]1/2
(11-16)
atau
σ2 α 1 : w3hD
(11-17)
atau
Dα IE : σ 2W3h
(11-18)
Dimana
σ adalah standar deviasi, ∂ adalah koefisien atenuasi linier, B adalah
atenuasi yang kecil pada pasien, W adalah lebar dari pixel, h adalah
ketebalan irisan (slice thickness), D adalah dosis yang diterima, I
adalah intensitas di mAs dan E adalah berkas energi di dalam keV.
Persamaan 11-6 menandai sebagai berikut:
1. Jika lebar dari pixel meningkat, noise berkurang, spasial resolusi berkurang.
Gambar 11-16
2. Jika slice thickness meningkat, noise berkurang dan spasial resolus berkurang.
3. Jika dosis meningkat, noise berkurang
Suatu hubungan umum pada noise untuk spasial resolusi dan dosis sudah diberi oleh Riederer et al (1978) sebagai berikut :
σ2
σ 1/N r3
(11-19)
Dimana N adalah banyaknya
proton utama (dosis) dan r adalah spasial resolusi. Persamaan ini
menunjukkan bahwa untuk memperbaiki spasial resolusi oleh suatu faktor
dari 2 saat memelihara / menjaga σ konstan, dosis harus meningkat dengan
faktor dari 8.
Gambar 11-17 dan 11-18
LINEARITAS
Linearitas
adalah parameter penting lain di kualitas gambar CT karena digunakan
dalam evaluasi kinerja CT scanner. Linearitas mengacu pada hubungan
angka-angka CT kepada koefisien atenuasi linear obyek yang digambarkan.
Ini dapat dicek oleh suatu test kalibrasi secara harian, selama phantom
yang sesuai diteliti untuk memastikan bahwa angka-angka CT untuk air dan
bahan-bahan yang dikenal dimana phantom itu lain dibuat secara benar.
Karakteristik-karakteristik phantom seperti itu disampaikan dalam table
11-1
Ketika gambaran dari phantom itu diperoleh, rerata angka CT
dapat direncanakan sebagai suatu fungsi koefisien atenuasi bahan-bahan
phantom. Hubungan itu harus suatu garis lurus (gambar 11-19) jika
scanner itu bekerja dengan baik (bushong, 1997).
Gambar 11-19
KESERAGAMAN DAERAH LINTANG
Keseragaman angka-angka CT sepanjang scan Field Of View adalah satu
indikasi bahwa kinerja gambaran CT scanner bisa diterima. Keseragaman
ini mengacu pada nilai-nilai dari pixel didalam rekonstruksi gambar,
yang direkonstruksi harus konstan pada setiap titik di dalam gambaran
dari phantom yang sesuai.
"Keseragaman daerah-lintang dapat
dibuktikan dengan memasukkan lima daerah minat (ROI), yang masing-masing
area berjumlah sekitar lima persen dari area total phantom, kedalam
phantom air yang berdiameter 20 cm " (siemens, 1989) (gambar 11-20).
Deviasi maksimum pada angka-angka CT di pusat dan batas luar harus tanpa
lebih besar dari 2 HU.
Gambar 11-20
GAMBARAN ARTEFAK
Artefak dapat menurunkan kualitas gambar dan mempengaruhi detail. Ini
dapat menyebabkan permasalahan yang serius untuk radiolog yang
menyediakan hasil diagnosa dari gambaran-gambaran yang diperoleh oleh
radiografer. Oleh karena itu, radiografer memahami sifat asli pada
artefak di CT.
Definisi
Pada umumnya, artefak adalah "suatu
penyimpangan atau kesalahan dalam satu gambaran yang tidak berhubungan
kepada subjek materi yang sedang dipelajari" (Morgan, 1983). Sebagai
contoh, sepasang anting-anting pada pasien akan muncul di gambaran skull
selama pemeriksaan CT. Penampilan ini adalah satu kesalahan di dalam
gambaran dan tidak memiliki hubungan anatomi di bawah penyelidikan.
Secara
rinci, suatu gambaran artefak CT digambarkan sebagai "setiap
pertentangan antara angka-angka CT yang direkonstruksi di dalam gambaran
dan koefisien atenuasi pada obyek " (hseish, 1995). Definisi ini
menyeluruh dan menyiratkan bahwa semua yang menyebabkan pengukuran
transmisi yang membaca oleh detektor-detektor itu akan mengakibatkan
satu gambaran artefak. Karena angka-angka CT menunjukkan bayangan
keabu-abuan pada gambar, pengukuran yang salah akan menghasilkan angka
CT yang salah bahwa tidak menunjukkan koefisien atenuasi pada obyek.
Error / kesalahan ini mengakibatkan berbagai artefak-artefak yang akan
mempengaruhi penampilan dari gambaran CT.
Sumber
Pada CT, artefak
yang berasal dari sejumlah sumber termasuk pasien, gambaran memproses
diri sendiri, dan permasalahan yang berkaitan dengan peralatan seperti
mal function atau cacat/ketidaksempurnaan.
Pasien-pasien yang
noncooperative dan melakukan pergerakan selama pemeriksaan akan
menyebabkan gambaran artefak. Koreksi-koreksi dari data selama akuisisi
termasuk prosedur kalibrasi dan proses sebelum dan sesudah dalam
mengoperasikan (hsieh, 1995). Permasalahan peralatan berasal dari
sistem elektronik, mekanik dan algoritma komputer. Sebagai tambahan,
faktor kecerobohan dari radiografer, seperti posisi pasien yang tidak
seharusnya pada FOV akan mengakibatkan gambaran artefak.
Tipe-tipe dan penyebabnya
Artefak-artefak di CT dapat digolongkan menurut penyebab dan
penampilan. Di dalam penggolongan artefak berdasarkan pada penampilan
didalam gambaran. Hsieh (1995) mengidentifikasi 4 kategori utama
termasuk lapisan-lapisan, bayangan-bayangan, cincin, dan bands dan
"micellaneous" faktor-faktor seperti pola-pola (gambar11-21).
Gambar 11-21
Lapisan artefak bisa terlihat sebagai noise kuat, scanning
spiral/helical, dan kegagalan atau cacat/ketidaksempurnaan dalam
mekanis. Bayangan artefak-artefak sering kali muncul dekat object dari
densitas yang tinggi dan dapat disebabkan oleh pemadatan berkas cahaya,
pemerataan volume parsial, scanning spiral/helical, radiasi hambur,
radiasi focal tertutup, dan proyeksi-proyeksi tidak sempurna. Rings dan
bands disebabkan oleh detektor yang buruk/jelek pada generasi ketiga CT
scanner (Hsieh, 1995, 1998) (gambar 11-22).
Gambar 11-22
Artefak Secara Umum Dan Teknik Koreksi
Artefak Gerakan Pasien
Gerakan pasien dapat tanpa disengaja atau disengaja. Gerakan sengaja
adalah secara langsung dikendalikan oleh pasien, seperti menelan atau
gerakan pernapasan. Gerakan tidak sengaja bukanlah di bawah kendali
langsung dari pasien, seperti gerak peristaltik dan berhubungan dengan
jantung (gambar 11-22). Kedua gerakan tersebut, gerakan tanpa disengaja
dan yang sengaja kelihatan sebagai lapisan-lapisan yang biasanya
menurut garis singgung / tangen pada tepi-tepi kontras yang tinggi dari
menggerakkan bagian. Tambahan pula, gerakan dari artefak dapat
diciptakan dari pergerakkan kontras oral di dalam traktus
gastrointestinal.
Penampilan dari lapisan diakibatkan oleh kemampuan
rekonstruksi algoritma yang berhubungan dengan data inconsistencitas
dalam atenuasi voxel yang timbul dari tepi dalam menggerakkan bagian.
Komputer mempunyai pekerjaan yang sulit dalam mengikuti lokasi / tempat
voxel.
Ada beberapa metode untuk mengurangi CT artefak dari gerakan.
Untuk gerakan-gerakan pasien seperti bernafas dan menelan, penting
untuk pasien mobilisasi dan membantu untuk membuat mereka nyaman dan
memastikan bahwa pasien memahami pentingnya mengikuti instruksi selama
scanning. Teknik gerakan untuk mengurangi artefak adalah menggunakan
waktu scan yang pendek pada pemeriksaan. Koreksi gerakan dapat terpenuhi
dengan software. Pabrik CT Shimadzu menggunakan koreksi pergerakan
artefak real-time (MAC) software untuk mengurangi efek lapisan pada
gambaran CT (gambar 11-23), dental, bedah dan electrode-electrode yang
mengakibatkan artefak-artefak lapisan di image(gambar 11-24).
Gambar 11-23 Gambar 11-24
Pembuatan
artefak dan metode koreksi yang digambarkan pada 11-25. Seperti yang
ditunjukkan di dalam gambar 11-25, bahan logam yang meyerap radiasi,
mengakibatkan profil-profil proyeksi yang tidak sempurna. Kehilangan
informasi mengarah pada penampilan dari bintang khas membentuk
lapisan-lapisan.
Artefak logam dapat dikurangi dengan memindah logam
external dari pasien. Software seperti pengurangan program
artefak-artefak logam (MAR) dapat juga digunakan untuk melengkapi profil
yang tidak sempurna melalui interpolasi (gambar 11-25). Prosedur itu
digambarkan oleh Felsenberg dan rekan kerjanya (1988) sebagai berikut :
1. Akusisi dan ruang simpan dari data mentah
2. Rekonstruksi suatu gambaran CT
3. Gambaran kasar dengan suatu pena yang ringan oleh pemeriksa
4.
Definisi otomatis dalam data proyeksi. Untuk masing-masing
proyeksi yang mengatur tube atau sistem detektor secara otomatis
digambarkan di dalam ROI yang diberi oleh pemakaian nilai-ambang
5. Interpolasi linear dari data proyeksi yang hilang
6. Rekonstruksi artefak untuk mengurangi gambaran dari data proyeksi yang baru saja dihitung.
Gambar 11-25
Gambar 11-26
Seperti
ukuran object meningkat, tenaga rata-rata di sebelah kanan karena
energi foton yang lebih rendah diserap sebagai berkas cahaya melalui
obyek. Sebagai hasilnya, angka-angka CT dari perubahan struktur yang
tertentu, menciptakan artefak (joseph dan ruth, 1997). Tambahan pula,
pemadatan berkas cahaya dapat terjadi ketika berkas cahaya radiasi
mempunyai panjang lintasan yang berbeda (gambar 11-27).
Gambar 11-27
Gambar
11-27 menunjukkan suatu lintasan yang panjang dan pendek, yang keduanya
mengakibatkan pemadatan berkas cahaya. Sedikitnya ada koreksi pemadatan
berkas cahaya, profil intensitas yang relatif mengubah dari A ke A'.
Secara rinci, perubahan ini menghasilkan artefak-artefak pemadatan
berkas cahaya dari error / kesalahan angka CT dari batas luar ke pusat
dari FOV.
Perubahan ini, pada angka-angka CT mengakibatkan artefak
pemadatan berkas cahaya, yang kelihatan sebagai lapisan gelap yang
luas/lebar. Hal ini dikenal sebagai "cupping" artefak-artefak (gambar
11-29). Nomor CT bersifat lebih tinggi di batas luar dan menurun pada
pusat gambar.
Gambar 11-29
Artefak-artefak volume Parsial
Kalkulasi angka CT berdasarkan pada koefisien atenuasi linear untuk
suatu voxel dari jaringan/tissue. Jika voxel hanya berisi satu jenis
jaringan, kalkulasi itu tidak akan menjadi masalah. Sebagai contoh, jika
jaringan/tissue didalam voxel itu adalah tulang tebal/padat, nomor CT
dihitung pada 1000. Jika voxel berisi 3 jaringan/tisu yang serupa di
mana angka-angka CT bersifat menutup bersama-sama sebagai contoh, darah
(CT jumlah).
Pemerataan volume parsial dapat mengarah kepada efek volume parsial dan artefak volume parsial (gambar 11-30).
gambar 11-30
Pada
gambar 11-30, detektor mengukur transmisi melalui tulang dan angka CT
yang benar untuk tulang yang dihitung dari pengukuran transmisi.
Detektor mengukur sinar-x yang dipancarkan dari tulang dan udara dan
suatu nomor CT adalah jumlah pada dua tipe tersebut. Secara
mathematically, kedua intensitas I1 dan I2 diukur sebagai I1 + I2,
tetapi bagi kalkulasi yang akurat angka CT .
Jika In I1 + I2 digunakan untuk mengkalkulasi nomor CT, lalu ketidaktepatan terjadi :
In I1 + I2 ≠ In I1 + In I2
Ketidaktepatan ini menghasilkan artefak volume parsial didalam gambar, yang kelihatan sebagai lapisan (gambar 11-31)
Gambar 11-31
Artefak
volume parsial dapat dikurangi dengan irisan yang lebih kecil dan
algoritma komputer. Hsieh (1995) merekomendasikan metode yang pertama
(gambar 11-32). Dengan 2 irisan, nomor CT yang benar dapat dihitung
dari summing logaritma pada intensitas dari masing-masing slice, In I1 +
In I2 (not In I1 + I2 ).
Gambar 11-32
Teknik
pengurangan volume artefak (VAR) dapat juga mengurangi artefak volume
parsial (gambar 11-33). Pada gambar, 8 mm slice berisi tulang dan soft
tissue yang dibagi menjadi 4 dirata-rata untuk menghasilkan suatu
gabungan 8 mm slice gambaran bebas dari artefak volume parsial (hupke,
1990).
Gambar 11-33
Peralatan Termasuk Artifak
Tambahan pula, detektor buruk/jelek dapat menciptakan daerah artefak. Barnes dan lakshminarayanan (1989) sebagai berikut :
”Alasan memakai cincin / ring adalah bahwa selama perputaran tabung
sinar-X dan detektor array, sinar yang diukur oleh suatu detektor yang
diberi adalah garis singgung lingkaran. Jika suatu detektor mempunyai
satu perbedaan offset atau keuntungan dari 0,1 % dengan detektor yang
berdekatan, artefak lingkar akan ada dalam gambar. Seperti artefak yang
menunjukkan bahwa detektor pada generasi ke-4 tidak mengakibatkan suatu
artefak yang nyata karena masing-masing detektor memperoleh suatu
pandangan dan data yang tidak tersebar pada gambar. Juga, detektor ke
detektor jarang membuat masalah pada generasi ke empat karena detektor
itu dikalibrasi dalam keadaan scan”.
Untuk mengoreksi ring artefak
pada generasi ketiga, detektor jelek/buruk atau yang pertama kali harus
ditempatkan dan sesudah itu dikalibrasi kembali. Tambahan pula, artefak
ini dapat dihapuskan dengan software seperti penyeimbangan algoritma,
yang akan mengoreksi data mentah selama akusisi. Solusi pada masalah
ini memerlukan pemakaian sampling, dimana bagian yang diproduksi titik
benda di dalam pasien, frekuensi sampling fA (banyaknya rays/cm di dalam
fan beam) sedikitnya dua kali obyek yang paling kecil untuk discan
(banyaknya titik benda yang terpisah /cm dan pengaturan jarak antara
poin-poin).
Secara matematika, ini dapat dinyatakan sebagai berikut :
FA ≥ 2fO
Pada kriteria diatas atau kriteria Nyquist, tidak dijumpai, kemudian
artefak (lapisan-lapisan) diakibatkan oleh nomor yang tidak cukup dari
sampel yang tersedia atau rekonstruksi gambar (gambar 11-36).
Gambar 11-36
Jika
fA adalah kurang dari atau sama dengan fO, aliasing terjadi. Artefak
akan dapat tumbuh dari view yang tidak cukup untuk rekonstruksi gambar
(gambar 11-37). Pada gambar 11-37 menunjukkan bahwa phantom yang sudah
discan dengan separuh nomor yang normal dari view (hsieh, 1999).
Gambar 11-37
Berbagai
metode tersedia untuk memperkecil aliasing artefak. Dalam beberapa
kasus banyaknya view atau nomor dari sinar dapat ditingkatkan (gambar
11-38). Suatu filter belokan dapat juga digunakan untuk gambaran dan
dapat memperbaiki penampilannya.
Gambar 11-38
noise induced artifacts
Noise dipengaruhi oleh banyaknya photon bahwa detektor sebagai hasil posisi pasien yang lemah dalam Scan Field Of View (SFOV).
Noise
dan sinyal detektor yang lebih kuat, sedangkan sedikit photon (photon
starvation) mengakibatkan lebih banyak noise dan sinyal detektor yang
lebih lemah (gambar 11-39), photon yang dikurangi (noise yang
ditingkatkan) akan mengarah kepada lapisan artefak lapisan seperti yang
ditunjukkan di dalam gambar.
Gambar 11-39
Radiografer perlu
mengoptimalkan posisi pasien, kecepatan scan, dan teknik faktor expose
terus menerus mengukur sinar x pada masing-masing proyeksi. Dengan
memilih channel yang berperan untuk lapisan artefak dan dengan
bermacam-macam derajat tingkatan tentang smoothing berdasar pada level
sinyal noise, sasaran secara bersamaan untuk mengurangi lapisan artefak
di dalam gambar dan memelihara spasial resolusi pada sistem agar bisa
tercapai (hsieh, 1998).
Kualitas gambar
Pada spiral/helical CT
CT scanning dalam geometry spiral/helical dapat juga mengarah kepada
lapisan dan bayangan artefak. Kalender (1995) mencatat bahwa beberapa
karakteristik artefak CT konvensional "menjelma diri mereka di dalam
wujud yang sama" untuk spiral/helical CT (eg pemadatan berkas cahaya dan
sampling artefak). Bagaimanapun juga, pengaruh pergerakan pasien sudah
dapat diperkecil di spiral/helical karena waktu scan subsecond, dan
artefak gerakan meja telah dikoreksi dengan interpolasi.
Artefak
volume parsial diutamakan di spiral/helical CT karena penurunan profil
sensitifitas slice. Artefak dapat dikurangi dengan slice yang tipis,
suatu pitch dari 1 dan 180 algoritma derajat tingkat. Bagaimanapun,
rekonstruksi gambar dan summing slice yang tipis adalah waktu consuming.
Scan berulang seolah-olah scan tebal tetapi dengan signifikan
mengurangi artefak volume parsial. Karena hanya gambaran klinis yang
perlu direkonstruksi, rekonstruksi itu dapat secara prospektif
direncanakan seolah-olah scan itu sedang dilaksanakan dengan slice
thickness yang dibatasi beberapa kali bahwa slice thickness yang nyata
sedang digunakan (heuscher dan Vembar, 1999).
Artefak dapat juga
berasal dari CT angiography dengan 3D dan tampilan proyeksi intensitas
maksimum (MIP). Didalam gambaran MIP, artefak kelihatan sebagai strip
horizontal gelap dan yang terang dan disebut "artefak-artefak zebra"
(hsieh, 1997). Jalur diakibatkan oleh ketidaksamaan dari noise. Artefak
zebra dapat dikurangi dengan noise yang diperbaiki di dalam gambaran
yang direkonstruksi melalui scanning atau pengolahan citra.
Akhirnya, hsieh (1999) menggolongkan artefak yang digambarkannya sebagai miscellaneous (lain) seperti pola Moire.
QUALITY CONTROL
QC
adalah satu bagian integral dari pengujian peralatan dan program
pemeliharaan di Rumah sakit. QC memastikan kinerja yang optimal dari CT
scanner melalui suatu rangkaian dari test-test yang sehari-hari, tahunan
dan bulanan untuk spasial resolusi, kontras resolusi, noise , lebar
slice kVp bentuk gelombang, rata-rata nomor CT dari air, standar deviasi
pada angka CT dalam radiasi hambur dan air dan kebocoran. Test ini
melembagakan suatu QC yang umum memprogram CT scanner.
sumber :
http://radiologi-indonesia.blogspot.com/2009/03/kualitas-gambar_23.html