Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Blogroll

Blogger templates

Blogger news

Faktor yang Mempengaruhi Ketajaman

Sabtu, 08 Juni 2013

a)      Faktor Citra Radiografi, meliputi :
-          Ketajaman dan kontras obyektif
-          Tingakat eksposi
Bila citra radiografi berbatas/berbentuk jelas, benda densitas masih dapat diamati, walau tingkat densitasnya sedikit (ketajaman baik walau dengan kontras yang sangat rendah). Jika citra radiografi dengan perbedaan densitas tinggi, struktur masih dapat terlihat jelas walau dengan batas yang tidak begitu tegas (ketajaman masih dapat dilihat, walaupun detail struktur tidak optimal).
Pada praktek radiografi, hal itu dapat kita temukan pada x-foto abdomen untuk melihat struktur dari janin, terlihat adanya perbedaan densitas yang kecil, namun bentuk janin terlihat jelas. Juga pada x-foto abdomen anak kecil tertelan uang logam terlihat adanya perbedaan densitas yang tinggi, ketajaman uang logam masih terlihat walau bentuknya tidak tegas (uang logam bergerak). Dengan demikian, batas yang tegas dari citra radiografi tidak hanya tergantung oleh ketajaman/kontras tetapi dari keduanya. Tingkat eksposi signifikan merubah kontras yang terlihat pada citra radiografi. Bila terjadi overexposure maka densitas pada seluruh bidang film juga meningkat, tetapi “kontras obyektif” (overexposure tidak berlebihan) tidak berubah, karena perbedaan melewatkan cahaya dari seluruh bidang x-foto tetap ada dan dapat diukur. Karena densitas yang demikian besar, mata sudah tidak dapat lagi melihat, karena tidak ada lagi cahaya dari viewer yang dapat melaluinya. Oleh karena itu pemirsa mengatakan bahwa kontras visual berkurang karena overexposure, jadi kontras visual ini bersifat subyektif tidak dapat diukur. Pada underex posure dimana densitasnya sangat minim menyebabkan kontras obyektif dan subyektif menjadi kurang.

b)     Faktor Viewer/Illuiminator (alat baca x-foto)
Hubungannya terhadap detail (devinition) adalah dengan contras subyektif faktor viewer dapat dilihat dari segi:
-          Yang  berhubungan dengan kualitas penerangan
-          Yang berhubungan dengan penglihatan pemirsa
  • Penerangan
Penerangan lampu viewer dapat dengan berbagai warna, intensitas, dan homogenitas; diluminator yang moderen denfgan dilengkapi dengan beberapa lampu TL yang memancarkan cahaya biru cerah dan homogen, dapat meningkatkan nilai kontras “kontras-fisual”. X-foto yang overexposure dengan menaikan intensitas penerangan illuminator akan meningkatkan kontras subyektif, sedangkan  yang underexposure intensitas cahaya diturunkan hingga kontras visual dapat tercapai. Pada umumnya viewer dilengkapi dengan alat pengatur terangnya cahaya, sesuai dengan keadaan citra radiografi yang sedang ditayangkan. Ruang baca x-foto sebaiknya ruangan redup (watt rendah) sehingga cahaya yang keluar dari viewer dapat diamati dengan baik.
  • Penglihatan Pemirsa
Kontras citra radiografi oleh mata kelihatnaya dipengartuhi oleh tingkat penerangan yang diadaptasi, dan oleh silaunya cahaya viewer. Mata yang beradaptasi dengan cahaya terang tidak dapat mengamati perbedaan densitas pada tingkat gelap, dan detail. Juga bila viewer dengan x-foto densitas sedikit, melewatkan cahaya yang menyilaukan, menyebabkan kegagalan untuk melihat detail struktur. Untuk mencegah cahaya yang menyilaukan, viewer dilengkapi dengan semacam diagfragma yang dapat membatasi luas penerangan. Spot light yang berada di luar viewer gunanya untuk mengamati bagian tertentu dari film yang densitasnya gelap.

Kontras Radiografi
Kontras radiografi memiliki unsur yang berbeda :
  • Kontras Objektif, perbedaan kehitaman ada seluruh bagian citra yang dapat dilihat & dinyatakan dengan angka. Adapun penyebabnya :
    • Faktor radiasi
      • Kualitas sinar primer 
      • Sinar hambur / scatter
    • Faktor film
    • Faktor processing
      • Jenis & susunan bahan pembangkit 
      • Waktu & suhu pembangkitkan 
      • Lemahnya cairan pembangkit 
      • Agitasi film
      • Reducer
  • Kontras Subjektif, yaitu perbedaan terang di antara bagian film, jadi tidak dapat diukur, tergantung dari pemirsa/pengamat
   
Distorsi Citra Radiografi  
Merupakan perbandingan yang salah dari struktur yang direkam, bentuk serta hubungan dengan struktur lainnya kurang betul. Hasil yang benar diperoleh bila garis tentgah struktur yang akan di x-foto berada sejajar dengan film yang tegak lurus dengan pusat sinar-x. Hal ini sering terlihat pada x-ray foto gigi, bila hal ini terjadi, maka x-ray foto gigi akan terlihat bertumpuk satu sama lain, dapat lebih panjang atau lebih pendek.
 

Pengertian

Pada dasarnya, lima karakteristik image radiografik menentukan kualitasnya: spasial resolusi , kontras resolusi, noise, distorsi, dan artefak (Sprawls, 1955). Setiap karakteristik dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan processing, geometri, gerakan, kontras subjek, teknik kontras film, reseptor image, ukuran titik focal, kondisi yang dilihat, dan penampilan peneliti / observer.
Dalam CT Scan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas gambar telah diidentifikasi dan didiskusikan dalam beberapa kesempatan (Pfeiler dkk, 1976; Blumenfeld dan Glover, 1981; Hanson, 1981; Morgan, 1983; Villafana, 1987; Sprawls, 1995; dan Barnes dan Lakshminarayanan, 1989). Kalender dan Polacin (1991) juga membedakan kualitas gambar CT scanning dalam geometri spiral.

KUALITAS
Pernyataan Umum
Robb dan Morin (1991) telah menunjukkan serangkaian faktor yang mempengaruhi kualitas gambar : karakteristik sinar x, dosis, kemampuan penyebaran subjek, ketebalan irisan (slice thickness), hamburan, efisiensi konversi analog menjadi digital, ukuran pixel, algorithma rekonstruksi, dan display resolusi.
Robb dan Morin (1991) juga telah memberikan pernyataan aljabar untuk kualitas image dalam CT:
δ2 (µ) = kT / (td2R) (II - I)
dimana δ (µ) adalah selisih (sebuah pengukuran variabilitas µ terhadap rerata) antara hasil dari noise, T adalah kemampuan penyebaran (kebalikan dari atenuasi, dengan mempertimbangkan komposisi dan distribusi jaringan), t adalah slice thickness, d adalah ukuran pixel, R adalah dosis, dan k adalah faktor yang digunakan untuk merubah dosis kulit menjadi dosis yang terserap.
Untuk meningkatkan kualitas gambar, dosis dan ukuran pixel (d) bisa dirubah “karena kemampuan penyebaran umumnya tidak bisa dirubah dan untuk beberapa scan, setting ketebalan irisan akan dicocokkan” (Robb dan Morin, 1991).




Pengukuran
Kualitas image CT ditentukan oleh faktor yang ditunjukkan dalam gambar 11-1.

Fig.11-1

Beberapa metode dapat digunakan untuk mengukur beberapa parameter ini, seperti fungsi penyebaran titik (PSF), fungsi penyebaran garis (LSF), fungsi transfer kontras (CTF), dan fungsi transfer modularisasi (MTF). Dari semua fungsi ini, MTF adalah deskriptor spasial resolusi yang paling sering digunakan dalam CT dan radiografi konvensional.
PSF menjelaskan kekurangtebalan yang dihasilkan ketika sebuah titik objek tidak dipancarkan kembali sebagai titik “yang sebenarnya” dalam image. Kekurangtebalan ini menghasilkan efek kabur (yaitu titik tersebut menyebar membentuk lingkaran yang dapat diukur). Ukuran spasial resolusi adalah lebar fungsi penyebaran titik pada setengah dari nilai maksimumnya. Ukuran ini disebut full widht at half-maximum (FWHM) atau lebar penuh pada setengah dari nilai maksimum, yang sering dilihat pada data CT untuk spasial resolusi.
LSF juga menjelaskan ketidaktajaman dari sebuah sistem imaging ketika sebuah objek garis atau celah tidak dihasilkan kembali sebagai sebuah image garis atau celah, tapi menyebar sebagai jarak yang dapat diukur.
CTF, juga disebut sebagai fungsi respon kontras, mengukur respon kontras sistem imaging. Untuk pola uji resolusi yang terdiri dari serangkaian celah dan ruang, kontras sultant adalah perbedaan dalam ketebalan (densitas) antara daerah celah yang berdekatan. Pada grafik yang digambar antara kontras yang dihasilkan dari celah image sebagai sebuah fungsi jumlah celah per panjang unit, CTF bisa didapat. Kontras image menurun ketika jumlah celah per panjang unit menurun.
MTF bisa diperoleh dari LSF, PSF, dan fungsi respon tepi (ERF), yang menjelaskan tentang respon sistem imaging pada daerah yang berdekatan dengan densitas rendah dan tinggi. MTF bisa didapat dengan perubahan Fourier dari LSF, PSF, dan ERF. MTF mengukur kemampuan resolusi dari sebuah sistem dengan memecah objek menjadi komponen frekuensinya (gambar 11-2). Optical densitas menunjukkan kemurnian image, atau ketepatan dimana objek dapat dihasilkan kembali dalam image. MTF 1 artinya bahwa sistem imaging telah menghasilkan kembali objek dengan tepat, sedangkan MTF 0 mengindikasikan bahwa tidak ada transfer objek menjadi image.
Dalam Figur 11-2, pada line pair 1 (lp)/cm frekuensi spasial, optical density adalah 0.88; pada 2 lp/cm, optical density adalah 0.59, dan sebagainya. Jika spasial frekuensi digambarkan sebagai sebuah fungsi kemurnian image, kurva MTF dapat diperoleh (gambar 11-3). MTF adalah fungsi transfer yang paling umum untuk CT scanner. Dalam kurva MTF untuk dua CT scanner (gambar 11-4), scanner A dapat menggambarkan 5.2 lp/cm pada 0.1 MTF jika dibandingkan dengan scanner B, yang hanya bisa menggambarkan 3.5 lp/cm pada 0.1 MTF. Ini berarti bahwa scanner A memiliki kemampuan spasial resolusi yang lebih baik daripada scanner B.
Berapakah ukuran yang absolut bagi sebuah objek dalam imaging CT? Bushong (1997) memberikan jawaban “sama dengan perbandingan terbalik spasial frekuensi”. Contohnya, jika frekuensi spasial dari sebuah CT scanner adalah 15 lp/cm (15 lp/cm-1), kemudian CT scanner dapat memecah objek sebesar 0.3 mm (1/15 lp/cm = 10/15 lp/mm = 0.6 mm/lp = 0.3 mm).
Akhirnya, noise dalam sebuah image dapat diukur oleh spektrum kekuatan noise, atau spektrum Wiener (gambar 11-5). Deskripsi ini dapat juga digunakan untuk meneliti bunyi total dari sebuah sistem. gambar 11-5 menunjukkan bahwa spektrum kekuatan noise didapat dengan perubahan Fourier untuk memecahkan gambaran noise menjadi komponen frekuensinya. Sedangkan MTF menunjukkan spasial resolusi, spektrum kekuatan noise menjelaskan kontras resolusi.

Gambar 11-2 dan 11-3
Gambar 11-4 dan 11-5

Phantom
Pabrik CT memberikan berbagai jenis phantom untuk pengukuran rutin, tapi phantom lain bisa didapat untuk pengukuran tambahan. Dua phantom yang populer adalah pola ledakan bintang dan pola batang yang serupa dengan phantom Catphan (Laboratorium Penelitian Alderson) dan phantom Plexiglass yang terdiri dari serangkaian lubang dengan diameter yang berbeda yang disusun dalam baris-baris (row) (Persatuan Ahli Ilmu Fisika dalam Kedokteran Amerika (AAPM)). Figur 11-6 menggambarkan beberapa phantom untuk mengukur noise, spasial resolusi , kontras resolusi ,dan ketebalan irisan (slice thickness).
Gambar 11-6


RESOLUSI
Resolusi pada CT dapat didiskusikan dalam bentuk spasial resolusi dan kontras resolusi. Pada pembahasan ini, akan menggambarkan karakteristik penting antara keduanya.


Spasial Resolusi
Spasial resolusi menjelaskan tingkatan derajat efek kabur (blurring) pada sebuah gambaran. Pada CT scanner, spasial resolusi adalah “suatu ukuran dari kemampuan untuk membeda-bedakan objek tentang bermacam-macam densitas suatu jarak yang kecil terpisah suatu latar belakang yang seragam” (Robb and Morin, 1991).
Spasial resolusi sering digambarkan oleh PSF, LSF dan MTF (lihat gambar 11-4). Barnes dan Lakshminarayanan (1989) dapat digunakan pada MTF untuk menjelaskan spasial resolusi pada sistem CT, yang diikuti :
MTF system (f) = MTF geometry (f) ∙ MTF algorithm (f) (11-2)
Dimana f adalah spasial resolusi. Equasi 11-1 menunjukkan bahwa CT spasial resolusi secara umum yang dipengaruhi oleh dua kategori dari faktor-faktor : geometris dan rekonstruksi algoritma.

Faktor Geometri
Faktor geometrik mengacu pada faktor-faktor berperan dalam proses akusisi data (Blumenfeld dan Glover, 1981) seperti ukuran focal spot, detektor, slice thickness, jarak antara fokus, isocenter (pusat rotasi pada gantry) dan jarak sampling. Rekonstruksi algoritma-algoritma, bagaimanapun juga mempengaruhi spasial resolusi berdasarkan pada kemampuan mereka untuk memperlancar atau meningkatkan tepi-tepi.
Pada CT, ukuran focal spot efektif di isocenter menunjukkan ukuran focal spot di dalam tabung sinar-X. Jika ukuran focal spot efektif meningkat, detail di dalam object itu dibagi-bagikan diatas beberapa detektor-detektor, seperti itu dapat mengurangi spasial resolusi.
Ukuran lubang bidik kamera mengacu pada lebar dari ukuran lubang bidik kamera di detektor. Secara umum, object itu dapat dipecahkan ketika ukuran lubang bidik kamera adalah lebih kecil dibanding pengaturan jarak antara object. Spasial resolusi yang lebih tinggi dapat diperoleh karena ukuran-ukuran lubang bidik kamera yang lebih kecil. Kedua-duanya ukuran focal spot dan lebar bidik detektor mempengaruhi resolusi dalam kaitan dengan menggunakan istilah lebar berkas sinar scan yang efektif di isocenter. Focal spot dan detektor terkecil ukuran adalah 4 mm, 10 mm slice thickness menyebar 4 mm diatas seluruh slice thickness dan seperti itu CT number yang salah. Efek ini disebut dengan partial volume effect. Slice dekat dengan ukuran obyek, seperti suatu 5 mm , slice thickness , akan menjadi suatu perbaikan yang penting dan seperti itu meningkatkan spatial resolusi.
Banyaknya proyeksi-proyeksi juga mempengaruhi spatial resolusi. Seperti banyaknya proyeksi-proyeksi meningkat, lebih banyak data ada tersedia untuk rekonstruksi gambaran dan memperbaiki spatial resolusi (gambar 11-7).

Gambar 11-7


Rekonstruksi Algoritma
Mengingat dari bab 7 bahwa rekonstruksi gambar melibatkan dua prosedur mathematical : belokan dan proyeksi kembali. Sangat utama, jika profil-profil proyeksi kembali memproyeksikan tanpa koreksi, blurring muncul (gambar 11-8,A). Untuk mempertajam gambaran, suatu proses belokan diberlakukan bagi beban profil scan sebelum proyeksi kembali (gambar 11-8, B). Sifat dan tingkat derajat dari penimbangan bergantung pada algoritma belokan (gambar 11-9).
Gambar 11-8
Algoritma belokan atau inti mempengaruhi penampilan dari struktur-struktur gambaran. Algoritma belokan telah dikembangkan untuk masing-masing aplikasi spesifik anatomi. Pada umumnya, algoritma ini diberlakukan untuk menekan soft tissue (algoritma standar) dan tulang dan dikenal sebagai algoritma-algoritma soft tissue dan tulang detail. Sedangkan, pembentuk diberlakukan untuk tulang belakang, pankreas, ginjal, paru- paru atau setiap daerah soft tissue, yang belakangan stuktur tulang yang diterapkan telinga dalam dan tulang yang tebal/padat.
Spasial resolusi pada kontras yang tinggi juga disebut dengan kontras resolusi tinggi dan dapat ditentukan dari MTF atau gambaran CT pada phantom (gambar 11-10).

Gambar 11-10

Ketika resolusi kontras tinggi dibandingkan oleh MTF pada 0,1% (lihat gambar 11-4), dikenal dengan resolusi pembatasan (Bushong, 1997).
Resolusi display digambarkan sebagai banyaknya pixel setiap dimensi baik yang vertikal dan horisontal menyangkut ukuran acuan/matriks pada layar monitor atau kertas film. Dahulu, gambar menggunakan ukuran acuan/matriks 80 X 80,128 X 128 dan 256 X 256 (gambar 11-11). Efek ukuran acuan/matriks pada resolusi diatas dijelaskan dalam gambar 11-11.

Gambar 11-11
Sekarang, CT scanner menggunakan ukuran acuan/matriks lebih tinggi bersamaan dengan algoritma belokan terpilih untuk meningkatkan tampilan resolusi (display). CT scanner boleh menggunakan ukuran acuan/matriks rekonstruksi 512 X 512 dengan ukuran pilihan pixel antara 0.06 dan 1 mm. Ketika gambaran ini ditampilkan, pada gambar ukuran acuan/matriks 1024X1024 memudahkan perbedaan menyangkut detail anatomis dan lebih tajam membuat garis demarkasi struktur anatomic dengan kontras tinggi. Scanner yang lain boleh menggunakan suatu ukuran acuan/matriks rekonstruksi 1024 X 1024 dan suatu resolusi tampilan tinggi (1024X1280) untuk memberi suatu resolusi 20 lp/cm.

High-Resolution CT
High-Resolution CT ( HRCT) adalah suatu teknik yang diperkenalkan pada pertengahan tahun 1980an sebagai hasil penemuan penting di dalam memproses CT dan di dalam bidang komputer. Hal ini dikembangkan untuk mengevaluasi penyakit yang menyangkut paru-paru dan "sekarang ini alat noninvasive yang paling akurat untuk evaluasi struktur paru-paru " ( Mayo,1991). Aspek teknis HRCT telah diuraikan oleh sejumlah pekerja, khususnya oleh mayo (1991). HRCT ialah " suatu teknik yang mengoptimalkan spatial resolusi pada scanner konvensional" ( swensen et all,1992).
Batas berkas kolimasi memastikan bahwa irisan / slice tipis dapat diperoleh. Ketebalan irisan (slice thickness) 1.0, 1.5, dan 2.0 mm dibandingkan dengan slice thickness 8 sampai 10 mm pada scanning CT merupakan suatu yang umum. Irisan tipis ini mengurangi artifacts yang disebabkan oleh rata-rata volume parsial. Gambar 11-12 memperlihatkan suatu perbandingan menyangkut derajat tingkat spatial resolusi yang diusahakan oleh dua irisan dari ketebalan yang berbeda .
Gambar 11-12 dan 11-13
Parameter berikutnya yang mengoptimalkan HRCT adalah rekonstruksi algoritma. Kepadatan frekwensi algoritma yang tinggi telah ditunjukkan untuk meningkatkan kepadatan resolusi yang sangat berarti namun terdapat banyak noise (mayo,1991) ( gambar 11-13). Menurut Meziane (1992), bertambahnya noise tidak selalu mempunyai pengaruh terhadap interpretasi dalam scan, meskipun noise dapat mengaburkan perubahan parenchymal yang sulit dipisahkan. Untuk mengurangi noise, frekwensi kepadatan algoritma yang rendah dapat digunakan untuk gambar yang lembut, tetapi algoritma ini tidaklah dapat digunakan dalam HRCT pada bagian otak dan abdomen, di mana kontras subyek tidaklah sama seperti paru-paru ( galvin et al,1992).
Akhirnya, HRCT memerlukan pengurangan ukuran pixel untuk menyediakan suatu peningkatan lebih lanjut dalam spasial resolusi. Hal ini terpenuhi dengan penggunaan suatu Field of View (FOV) yang lebih kecil.

Pixel size = FOV : matrix size (11-13)

Untuk 40 CM FOV pada suatu ukuran acuan/ matriks 512 X 512, ukuran pixelnya adalah 0.78 mm (400mm/512). Jika FOV dikurangi menjadi 20 cm, ukuran pixelnya adalah 0.49 mm; untuk 13cm FOV, ukuran pixel adalah 0.25 mm. Pengurangan ini dikenal sebagai targetting. Dengan retrospektif targetting atau retargetting, "suatu subset pada scan data direkonstruksi lagi pada rekonstruksi grid lebih kecil, dengan demikian meningkatkan spasial resolusi " ( mayo,1991) ( gambar.11-14).
Gambar 11-14

Faktor - faktor teknik untuk HRCT pada umumnya mempunyai range dari 20 kVp, 140 mA sampai 140kVp dan 200 mA, dengan waktu scan antara 2 dan 3 detik (mayo,1991; galvin et al 1992; swensen et al 1992; dan mezine,1992). Jika faktor teknik, terutama mA dan waktu scan, dapat ditingkatkan untuk mengurangi noise didalam gambaran dan hasilnya sesuai dengan peningkatan didalam dosis radiasi kepada pasien.

KONTRAS RESOLUSI
Kontras resolusi rendah, atau resolusi jaringan, adalah kemampuan dari suatu sistem penggambaran untuk mempertunjukkan perubahan kecil di dalam kontras jaringan. Pada CT, kontras resolusi kadang-kadang dikenal sebagai sensitifitas pada sistem (hounsfield,1978). Kontras resolusi dapat juga dinyatakan dalam kaitannya dengan kemampuan atau unit CT ke object gambaran 2 sampai 3 mm dalam ukuran yang sedikit bertukar didalam densitas dari lingkungan yang mana mereka tempatkan (curry et al,1990). Dalam hal ini, memasukkan low-contrast dapat digunakan untuk menjelaskan kontras resolusi pada CT.
Gambar 11-15

Untuk memahami low-contrast resolusi, mempertimbangkan tiga jaringan yang berbeda dari nomor-atom (Z) dan perbedaan densitas( gambar 11-15). Jika jaringan ini digambarkan oleh radiografi konvensional, gambaran yang diperoleh akan menunjukkan kontras yang baik antara tulang dan soft tissue (otot dan lemak) saja. Nilai-Nilai yang menyangkut densitas dan Z untuk otot dan lemak terlalu dekat dan dibedakan oleh radiografi dan itu nampak seperti “bayang-bayang soft tissue”. Kontras antara tulang dengan Z 13.8 dan soft tissue dengan suatu Z 7.4 adalah nyata karena perbedaan yang signifikan antara kepadatan dan Z dua jaringan ini.
Keuntungan CT adalah bahwa kontras resolusi lebih baik daripada radiografi konvensional. CT dapat menggambarkan jaringan dalam densitas dan nomor anatomis. Sedangkan radiografi dapat membeda-bedakan suatu perbedaan densitas sekitar 10% ( curry ET AL,1990), CT dapat mendeteksi perbedaan densitas dari 0.25% sampai 0.5%, tergantung pada scanner (low-contrast resolusi untuk beberapa CT scanner yang populer diperkenalkan di dalam appendix).
Low-Contrast resolusi pada CT mempengaruhi beberapa faktor termasuk fluks photon, slice thickness, ukuran pasien ,sensitivitas pada detector, reconstruksi algorithma, image display, recording, dan noise ( lihat kotak di bawah) ( morgan,1983).

Faktor yang mempengaruhi low-contrast resolution
Photon fluks
Slice thickness
Patient size
Detector sensitivity



Fluks photon tergantung pada kVp, mAs, dan filtrasi berkas cahaya. Faktor-faktor ini mempengaruhi kwantitas dan kualitas photon yang menjangkau detektor tersebut. Sebagai tambahan, ukuran dari pasien mempengaruhi atenuasi pada berkas sinar dan flux photon pada detektor. Sedangkan ditingkatkannya faktor teknik ( kVp dan mAs) meningkatkan fluks photon. Ditingkatkannya filtrasi berkas sinar dan ukuran pasien mengurangi fluks foton karena besarnya atenuasi radiasi. Pada CT, faktor ini dioptimalkan untuk meningkatkan low-contrast resolusi.
Slice thickness juga mempengaruhi low-contrast resolusi. Hal ini dinyatakan di dalam bab 4 bahwa kolimasi adalah satu cara mengalahkan penurunan kontras yang khas pada radiografi konvensional karena terbukanya beam geometry. Di dalam CT, kolimasi mengontrol slice thickness, irisan sangat tipis memerlukan batas kolimasi. Tipe kolimasi jenis ini mengurangi sinar hambur/ tersebar yang menginterupsi detektor dan dengan begitu meningkatkan kontras resolusi. Bagaimanapun, slice thickness meningkat, faktor – faktor teknik harus pula meningkat.
Kepekaan / sensitifitas detektor mempengaruhi kontras resolusi. Di dalam CT detektor harus mampu untuk membedakan perbedaan kecil pada atenuasi sinar x, yang mana diperlukan untuk mengukur perbedaan kecil didalam kontras jaringan lunak (soft tissue) dalam membandingkan sedikitnya 1% ( morgan,1983).
Efek pada rekonstruksi algoritma dalam kontras resolusi adalah dramatis. Pengaruh algoritma frekwensi spasial yang tinggi didalam peningkatan spasial resolusi dapat dibahas ( lihat gambar 11-13). Pada umumnya, frekwensi spasial algoritma yang rendah dapat digunakan untuk gambaran yang lembut/halus, yang mana "bisa meningkatkan perseptibilitas low-contrast luka seperti metastase" (morgan.1983). Sebagai tambahan, algoritma juga bermanfaat untuk gambaran pada bagian otak dan abdomen karena perbedaan didalam kontras subjek sulit dipisahkan (galvin et all,1992). Ukuran layar tampilan (ukuran tampilan) dan jarak pengamatan juga mempengaruhi kontras resolusi. Mccullogh (1977) telah menambahkan catatan bahwa jarak meningkatkan screens, meningkatkan kemampuan yang besar untuk mendeteksi gambaran low-contrast .
Akhirnya, noise mempengaruhi low-contrast resolusi didalam CT. Di dalam hal ini, noise lebih mengacu pada quantum noise. Jika terlalu sedikit photon yang dideteksi, kemudian gambaran nampak seperti "noise" dan low-contrast resolusi diturunkan tingkatannya. Bersama-sama, noise dan kemampuan spasial resolusi mengenai kontras rendah disebut low-contrast resolusi. Dosis radiasi harus ditingkatkan agar photon yang lebih di detektor dapat menghasilkan sinyal lebih kuat.

Contrast detail diagram
Diagram kontras detail (CCD) adalah suatu grafik yang diukur kontras adalah merencanakan pada ordinat sebagai suatu fungsi garis tengah (diameter) yang dapat ditemukan dari obyek, yang direncanakan di absis. Dari grafik, informasi dapat diperoleh keduanya, yaitu kontras yang rendah dan resolusi kontras tinggi pada kontras. Pada kontras 100% ( 1000 ∆CT/HU) batas resolusi (diameter kecil) terjadi (Villafana,1987). Resolusi pada kontras yang rendah dapat ditentukan dari diagram untuk setiap garis tengah(diameter).
"Ketika kontras berkurang, resolusi jatuh/turun. Pada level/tingkatan kontras yang rendah, kurva-kurva cenderung untuk meratakan ke luar (ini dikenal sebagai batas noise)" (Villafana, 1987), diagram kontras detail dapat ditentukan sebagai berikut:
Metode sederhana yang ditentukan CDD, dimana noise membebaskan gambaran yang superposisi di suatu gambaran noise yang asli. Kontras objek kemudian ditentukan, di mana titik baris dari lubang hampir tidak dapat dibedakan di dalam gambaran yang berasal.
Phantom berisi sejumlah angka dari lubang yang sama jauh pada diameter d- antara 64 dan 44 lubang, tergantung pada diameter dan pusat sampai jarak pusat dari 2d. Lubang tersebut diatur /disusun berupa bentuk matriks. Gambaran dari struktur itu dapat dihitung berdasarkan pada fungsi pokok/penting yang tersebar, dengan mana setiap kontras yang diinginkan. Ko, dapat dengan mudah diperoleh. Hasilnya adalah gambaran, Io ( Ko, d ) sebagaimana yang diperoleh dengan phantom asli yang menggambarkan bentuk lubang (eg, suatu plat lubang bor plexiglass).
Suatu gambaran noise, In diperoleh sebagai berikut : dua gambaran transaxial yang diperoleh dari phantom air 20cm kemudian dikurangi untuk menghapus struktur reguler seperti vignetting. Didalam gambaran diferensial, standar deviasi dihitung bidang lingkar pusat sekitar 40 centimeter (noise pixel 6) dan membuat normal / dinormalisir untuk tingkat pada noise σ.
Kontras objek yang dikumpul Ko dari gambaran Io dinormalisir dengan Sk sehingga pola lubang dapat dibedakan didalam gambaran yang diperoleh dari penambahan gambar I = Sk dalam gambaran noise In. Yang dapat dibedakan adalah menggambarkan sebagai kemampuan untuk menghitung 50% dari lubang pada gambar. Ketika kriteria ini dipenuhi, kontras (CT ref = Sk x Ko) yang dihasilkan sebagai sinyal untuk noise pixel. Jadi, dengan demikian kemampuan mendeteksi lubang dengan diameter d tergantung di signal-to-noise. Untuk noise pixel dari suatu mode scan yang terpilih. Kontras CT (d) bahwa dapat hampir tidak dibeda-bedakan kemudian dihasilkan sebagai berikut :
Yang dikenali sebagai di atas. CDD kemudian menentukan banyaknya kombinasi yang mungkin pada kontras dan diameter lubang.
Keuntungan dari metode ini adalah kesederhanaan dimana memberi diameter lubang yang dapat digambarkan dengan tingkatan pada kontras.
Dengan solusi-solusi perpaduan kontras, umumnya sulit disepakati untuk mencapai tingkatan kontras yang diperlukan karena diameter lubang yang diberi.
Suatu CDD dapat dengan cepat ditentukan dengan metode matriks, menggunakan beberapa rekonstruksi-rekonstruksi gambaran dan gambaran superposisional. CDD yang hasilnya dapat dengan mudah ditetapkan oleh pengukuran dari phantom low-contras untuk berbagai kombinasi diameter kontras dan lubang (siemens, 1989).


NOISE PROPERTIES
Pada CT, noise adalah fluktuasi angka-angka CT antara titik-titik di dalam gambaran untuk suatu scan dari material yang seragam / sama seperti air. Noise dapat digambarkan dengan standar deviasi σ nilai-nilai dalam gambaran matriks (pixel-pixel) menggunakan ekspresi yang berikut :
Noise (σ) = √ ∑ (x1- x)2 : n-1 (11-15)

Dimana n adalah nomor total dari pixel didalam daerah, X1 adalah nilai-nilai pixel individu. Jawaban yang dihitung ditandai statistik yang disebar di dalam angka-angka CT yang direkonstruksi.

Noise Level
Noise level itu dapat dinyatakan sebagai suatu persentase dari kontras atau angka CT. Jika 3 adalah standar deviasi untuk suatu unit CT dengan range angka CT ±1000, kemudian noise level menyatakan sebagai suatu persentase dari kontras adalah sebagai berikut :
Noise level (%) = 3/1000 X 100
= 3/10
= 0.3 %
Jadi , 3 units out of 1000 represent 0,3 %

Noise dapat diukur dengan scanning suatu phantom air yang ditempatkan dalam daerah scan dan menghitung rata-rata dan standar deviasi untuk suatu daerah minat (ROI). Noise pixel kemudian adalah scan kVp, slice thickness, ukuran obyek, dan algoritma. Sebagai contoh, pada 210 mAs, 1 scan yang kedua, 10 mm slice, 120 kVp dan suatu algoritma detail yang lembut, noise untuk somatom Plus adalah 2,9 HU (Siemens, 1989).

Source
Noise pada CT sebagian besar berkaitan sebagai berikut (1) nomor dari photon-photon yang dideteksi (kuantum noise), (2) ukuran matriks (ukuran pixel), (3) slice thickness, (4) algoritma, (5) noise elektronik (elektronik detektor); (6) radiasi hambur dan (7) ukuran obyek. Brooks dan Di Chiro (1967) sudah menggambarkan pernyataan / persamaan untuk noise pada CT bahwa menghubungkan beberapa faktor-faktor ini :
σ (µ) α [ B : W3hD]1/2
(11-16)

atau
σ2 α 1 : w3hD
(11-17)

atau
Dα IE : σ 2W3h
(11-18)

Dimana σ adalah standar deviasi, ∂ adalah koefisien atenuasi linier, B adalah atenuasi yang kecil pada pasien, W adalah lebar dari pixel, h adalah ketebalan irisan (slice thickness), D adalah dosis yang diterima, I adalah intensitas di mAs dan E adalah berkas energi di dalam keV.
Persamaan 11-6 menandai sebagai berikut:
1. Jika lebar dari pixel meningkat, noise berkurang, spasial resolusi berkurang.
Gambar 11-16
2. Jika slice thickness meningkat, noise berkurang dan spasial resolus berkurang.
3. Jika dosis meningkat, noise berkurang

Suatu hubungan umum pada noise untuk spasial resolusi dan dosis sudah diberi oleh Riederer et al (1978) sebagai berikut :
σ2 σ 1/N r3 (11-19)
Dimana N adalah banyaknya proton utama (dosis) dan r adalah spasial resolusi. Persamaan ini menunjukkan bahwa untuk memperbaiki spasial resolusi oleh suatu faktor dari 2 saat memelihara / menjaga σ konstan, dosis harus meningkat dengan faktor dari 8.

Gambar 11-17 dan 11-18


LINEARITAS
Linearitas adalah parameter penting lain di kualitas gambar CT karena digunakan dalam evaluasi kinerja CT scanner. Linearitas mengacu pada hubungan angka-angka CT kepada koefisien atenuasi linear obyek yang digambarkan. Ini dapat dicek oleh suatu test kalibrasi secara harian, selama phantom yang sesuai diteliti untuk memastikan bahwa angka-angka CT untuk air dan bahan-bahan yang dikenal dimana phantom itu lain dibuat secara benar. Karakteristik-karakteristik phantom seperti itu disampaikan dalam table 11-1

Ketika gambaran dari phantom itu diperoleh, rerata angka CT dapat direncanakan sebagai suatu fungsi koefisien atenuasi bahan-bahan phantom. Hubungan itu harus suatu garis lurus (gambar 11-19) jika scanner itu bekerja dengan baik (bushong, 1997).
Gambar 11-19

KESERAGAMAN DAERAH LINTANG
Keseragaman angka-angka CT sepanjang scan Field Of View adalah satu indikasi bahwa kinerja gambaran CT scanner bisa diterima. Keseragaman ini mengacu pada nilai-nilai dari pixel didalam rekonstruksi gambar, yang direkonstruksi harus konstan pada setiap titik di dalam gambaran dari phantom yang sesuai.
"Keseragaman daerah-lintang dapat dibuktikan dengan memasukkan lima daerah minat (ROI), yang masing-masing area berjumlah sekitar lima persen dari area total phantom, kedalam phantom air yang berdiameter 20 cm " (siemens, 1989) (gambar 11-20). Deviasi maksimum pada angka-angka CT di pusat dan batas luar harus tanpa lebih besar dari 2 HU.
Gambar 11-20

GAMBARAN ARTEFAK
Artefak dapat menurunkan kualitas gambar dan mempengaruhi detail. Ini dapat menyebabkan permasalahan yang serius untuk radiolog yang menyediakan hasil diagnosa dari gambaran-gambaran yang diperoleh oleh radiografer. Oleh karena itu, radiografer memahami sifat asli pada artefak di CT.
Definisi
Pada umumnya, artefak adalah "suatu penyimpangan atau kesalahan dalam satu gambaran yang tidak berhubungan kepada subjek materi yang sedang dipelajari" (Morgan, 1983). Sebagai contoh, sepasang anting-anting pada pasien akan muncul di gambaran skull selama pemeriksaan CT. Penampilan ini adalah satu kesalahan di dalam gambaran dan tidak memiliki hubungan anatomi di bawah penyelidikan.
Secara rinci, suatu gambaran artefak CT digambarkan sebagai "setiap pertentangan antara angka-angka CT yang direkonstruksi di dalam gambaran dan koefisien atenuasi pada obyek " (hseish, 1995). Definisi ini menyeluruh dan menyiratkan bahwa semua yang menyebabkan pengukuran transmisi yang membaca oleh detektor-detektor itu akan mengakibatkan satu gambaran artefak. Karena angka-angka CT menunjukkan bayangan keabu-abuan pada gambar, pengukuran yang salah akan menghasilkan angka CT yang salah bahwa tidak menunjukkan koefisien atenuasi pada obyek. Error / kesalahan ini mengakibatkan berbagai artefak-artefak yang akan mempengaruhi penampilan dari gambaran CT.
Sumber
Pada CT, artefak yang berasal dari sejumlah sumber termasuk pasien, gambaran memproses diri sendiri, dan permasalahan yang berkaitan dengan peralatan seperti mal function atau cacat/ketidaksempurnaan.
Pasien-pasien yang noncooperative dan melakukan pergerakan selama pemeriksaan akan menyebabkan gambaran artefak. Koreksi-koreksi dari data selama akuisisi termasuk prosedur kalibrasi dan proses sebelum dan sesudah dalam mengoperasikan (hsieh, 1995). Permasalahan peralatan berasal dari sistem elektronik, mekanik dan algoritma komputer. Sebagai tambahan, faktor kecerobohan dari radiografer, seperti posisi pasien yang tidak seharusnya pada FOV akan mengakibatkan gambaran artefak.

Tipe-tipe dan penyebabnya
Artefak-artefak di CT dapat digolongkan menurut penyebab dan penampilan. Di dalam penggolongan artefak berdasarkan pada penampilan didalam gambaran. Hsieh (1995) mengidentifikasi 4 kategori utama termasuk lapisan-lapisan, bayangan-bayangan, cincin, dan bands dan "micellaneous" faktor-faktor seperti pola-pola (gambar11-21).
Gambar 11-21

Lapisan artefak bisa terlihat sebagai noise kuat, scanning spiral/helical, dan kegagalan atau cacat/ketidaksempurnaan dalam mekanis. Bayangan artefak-artefak sering kali muncul dekat object dari densitas yang tinggi dan dapat disebabkan oleh pemadatan berkas cahaya, pemerataan volume parsial, scanning spiral/helical, radiasi hambur, radiasi focal tertutup, dan proyeksi-proyeksi tidak sempurna. Rings dan bands disebabkan oleh detektor yang buruk/jelek pada generasi ketiga CT scanner (Hsieh, 1995, 1998) (gambar 11-22).

Gambar 11-22

Artefak Secara Umum Dan Teknik Koreksi
Artefak Gerakan Pasien
Gerakan pasien dapat tanpa disengaja atau disengaja. Gerakan sengaja adalah secara langsung dikendalikan oleh pasien, seperti menelan atau gerakan pernapasan. Gerakan tidak sengaja bukanlah di bawah kendali langsung dari pasien, seperti gerak peristaltik dan berhubungan dengan jantung (gambar 11-22). Kedua gerakan tersebut, gerakan tanpa disengaja dan yang sengaja kelihatan sebagai lapisan-lapisan yang biasanya menurut garis singgung / tangen pada tepi-tepi kontras yang tinggi dari menggerakkan bagian. Tambahan pula, gerakan dari artefak dapat diciptakan dari pergerakkan kontras oral di dalam traktus gastrointestinal.
Penampilan dari lapisan diakibatkan oleh kemampuan rekonstruksi algoritma yang berhubungan dengan data inconsistencitas dalam atenuasi voxel yang timbul dari tepi dalam menggerakkan bagian. Komputer mempunyai pekerjaan yang sulit dalam mengikuti lokasi / tempat voxel.
Ada beberapa metode untuk mengurangi CT artefak dari gerakan. Untuk gerakan-gerakan pasien seperti bernafas dan menelan, penting untuk pasien mobilisasi dan membantu untuk membuat mereka nyaman dan memastikan bahwa pasien memahami pentingnya mengikuti instruksi selama scanning. Teknik gerakan untuk mengurangi artefak adalah menggunakan waktu scan yang pendek pada pemeriksaan. Koreksi gerakan dapat terpenuhi dengan software. Pabrik CT Shimadzu menggunakan koreksi pergerakan artefak real-time (MAC) software untuk mengurangi efek lapisan pada gambaran CT (gambar 11-23), dental, bedah dan electrode-electrode yang mengakibatkan artefak-artefak lapisan di image(gambar 11-24).

Gambar 11-23 Gambar 11-24
Pembuatan artefak dan metode koreksi yang digambarkan pada 11-25. Seperti yang ditunjukkan di dalam gambar 11-25, bahan logam yang meyerap radiasi, mengakibatkan profil-profil proyeksi yang tidak sempurna. Kehilangan informasi mengarah pada penampilan dari bintang khas membentuk lapisan-lapisan.
Artefak logam dapat dikurangi dengan memindah logam external dari pasien. Software seperti pengurangan program artefak-artefak logam (MAR) dapat juga digunakan untuk melengkapi profil yang tidak sempurna melalui interpolasi (gambar 11-25). Prosedur itu digambarkan oleh Felsenberg dan rekan kerjanya (1988) sebagai berikut :
1. Akusisi dan ruang simpan dari data mentah
2. Rekonstruksi suatu gambaran CT
3. Gambaran kasar dengan suatu pena yang ringan oleh pemeriksa
4. Definisi otomatis dalam data proyeksi. Untuk masing-masing proyeksi yang mengatur tube atau sistem detektor secara otomatis digambarkan di dalam ROI yang diberi oleh pemakaian nilai-ambang
5. Interpolasi linear dari data proyeksi yang hilang
6. Rekonstruksi artefak untuk mengurangi gambaran dari data proyeksi yang baru saja dihitung.
Gambar 11-25

Gambar 11-26

Seperti ukuran object meningkat, tenaga rata-rata di sebelah kanan karena energi foton yang lebih rendah diserap sebagai berkas cahaya melalui obyek. Sebagai hasilnya, angka-angka CT dari perubahan struktur yang tertentu, menciptakan artefak (joseph dan ruth, 1997). Tambahan pula, pemadatan berkas cahaya dapat terjadi ketika berkas cahaya radiasi mempunyai panjang lintasan yang berbeda (gambar 11-27).
Gambar 11-27
Gambar 11-27 menunjukkan suatu lintasan yang panjang dan pendek, yang keduanya mengakibatkan pemadatan berkas cahaya. Sedikitnya ada koreksi pemadatan berkas cahaya, profil intensitas yang relatif mengubah dari A ke A'. Secara rinci, perubahan ini menghasilkan artefak-artefak pemadatan berkas cahaya dari error / kesalahan angka CT dari batas luar ke pusat dari FOV.
Perubahan ini, pada angka-angka CT mengakibatkan artefak pemadatan berkas cahaya, yang kelihatan sebagai lapisan gelap yang luas/lebar. Hal ini dikenal sebagai "cupping" artefak-artefak (gambar 11-29). Nomor CT bersifat lebih tinggi di batas luar dan menurun pada pusat gambar.
Gambar 11-29

Artefak-artefak volume Parsial
Kalkulasi angka CT berdasarkan pada koefisien atenuasi linear untuk suatu voxel dari jaringan/tissue. Jika voxel hanya berisi satu jenis jaringan, kalkulasi itu tidak akan menjadi masalah. Sebagai contoh, jika jaringan/tissue didalam voxel itu adalah tulang tebal/padat, nomor CT dihitung pada 1000. Jika voxel berisi 3 jaringan/tisu yang serupa di mana angka-angka CT bersifat menutup bersama-sama sebagai contoh, darah (CT jumlah).
Pemerataan volume parsial dapat mengarah kepada efek volume parsial dan artefak volume parsial (gambar 11-30).
gambar 11-30
Pada gambar 11-30, detektor mengukur transmisi melalui tulang dan angka CT yang benar untuk tulang yang dihitung dari pengukuran transmisi. Detektor mengukur sinar-x yang dipancarkan dari tulang dan udara dan suatu nomor CT adalah jumlah pada dua tipe tersebut. Secara mathematically, kedua intensitas I1 dan I2 diukur sebagai I1 + I2, tetapi bagi kalkulasi yang akurat angka CT .
Jika In I1 + I2 digunakan untuk mengkalkulasi nomor CT, lalu ketidaktepatan terjadi :

In I1 + I2 ≠ In I1 + In I2

Ketidaktepatan ini menghasilkan artefak volume parsial didalam gambar, yang kelihatan sebagai lapisan (gambar 11-31)
Gambar 11-31
Artefak volume parsial dapat dikurangi dengan irisan yang lebih kecil dan algoritma komputer. Hsieh (1995) merekomendasikan metode yang pertama (gambar 11-32). Dengan 2 irisan, nomor CT yang benar dapat dihitung dari summing logaritma pada intensitas dari masing-masing slice, In I1 + In I2 (not In I1 + I2 ).

Gambar 11-32

Teknik pengurangan volume artefak (VAR) dapat juga mengurangi artefak volume parsial (gambar 11-33). Pada gambar, 8 mm slice berisi tulang dan soft tissue yang dibagi menjadi 4 dirata-rata untuk menghasilkan suatu gabungan 8 mm slice gambaran bebas dari artefak volume parsial (hupke, 1990).
Gambar 11-33





Peralatan Termasuk Artifak
Tambahan pula, detektor buruk/jelek dapat menciptakan daerah artefak. Barnes dan lakshminarayanan (1989) sebagai berikut :
”Alasan memakai cincin / ring adalah bahwa selama perputaran tabung sinar-X dan detektor array, sinar yang diukur oleh suatu detektor yang diberi adalah garis singgung lingkaran. Jika suatu detektor mempunyai satu perbedaan offset atau keuntungan dari 0,1 % dengan detektor yang berdekatan, artefak lingkar akan ada dalam gambar. Seperti artefak yang menunjukkan bahwa detektor pada generasi ke-4 tidak mengakibatkan suatu artefak yang nyata karena masing-masing detektor memperoleh suatu pandangan dan data yang tidak tersebar pada gambar. Juga, detektor ke detektor jarang membuat masalah pada generasi ke empat karena detektor itu dikalibrasi dalam keadaan scan”.
Untuk mengoreksi ring artefak pada generasi ketiga, detektor jelek/buruk atau yang pertama kali harus ditempatkan dan sesudah itu dikalibrasi kembali. Tambahan pula, artefak ini dapat dihapuskan dengan software seperti penyeimbangan algoritma, yang akan mengoreksi data mentah selama akusisi. Solusi pada masalah ini memerlukan pemakaian sampling, dimana bagian yang diproduksi titik benda di dalam pasien, frekuensi sampling fA (banyaknya rays/cm di dalam fan beam) sedikitnya dua kali obyek yang paling kecil untuk discan (banyaknya titik benda yang terpisah /cm dan pengaturan jarak antara poin-poin).
Secara matematika, ini dapat dinyatakan sebagai berikut :

FA ≥ 2fO

Pada kriteria diatas atau kriteria Nyquist, tidak dijumpai, kemudian artefak (lapisan-lapisan) diakibatkan oleh nomor yang tidak cukup dari sampel yang tersedia atau rekonstruksi gambar (gambar 11-36).

Gambar 11-36
Jika fA adalah kurang dari atau sama dengan fO, aliasing terjadi. Artefak akan dapat tumbuh dari view yang tidak cukup untuk rekonstruksi gambar (gambar 11-37). Pada gambar 11-37 menunjukkan bahwa phantom yang sudah discan dengan separuh nomor yang normal dari view (hsieh, 1999).
Gambar 11-37
Berbagai metode tersedia untuk memperkecil aliasing artefak. Dalam beberapa kasus banyaknya view atau nomor dari sinar dapat ditingkatkan (gambar 11-38). Suatu filter belokan dapat juga digunakan untuk gambaran dan dapat memperbaiki penampilannya.
Gambar 11-38
noise induced artifacts
Noise dipengaruhi oleh banyaknya photon bahwa detektor sebagai hasil posisi pasien yang lemah dalam Scan Field Of View (SFOV).
Noise dan sinyal detektor yang lebih kuat, sedangkan sedikit photon (photon starvation) mengakibatkan lebih banyak noise dan sinyal detektor yang lebih lemah (gambar 11-39), photon yang dikurangi (noise yang ditingkatkan) akan mengarah kepada lapisan artefak lapisan seperti yang ditunjukkan di dalam gambar.
Gambar 11-39

Radiografer perlu mengoptimalkan posisi pasien, kecepatan scan, dan teknik faktor expose terus menerus mengukur sinar x pada masing-masing proyeksi. Dengan memilih channel yang berperan untuk lapisan artefak dan dengan bermacam-macam derajat tingkatan tentang smoothing berdasar pada level sinyal noise, sasaran secara bersamaan untuk mengurangi lapisan artefak di dalam gambar dan memelihara spasial resolusi pada sistem agar bisa tercapai (hsieh, 1998).

Kualitas gambar
Pada spiral/helical CT
CT scanning dalam geometry spiral/helical dapat juga mengarah kepada lapisan dan bayangan artefak. Kalender (1995) mencatat bahwa beberapa karakteristik artefak CT konvensional "menjelma diri mereka di dalam wujud yang sama" untuk spiral/helical CT (eg pemadatan berkas cahaya dan sampling artefak). Bagaimanapun juga, pengaruh pergerakan pasien sudah dapat diperkecil di spiral/helical karena waktu scan subsecond, dan artefak gerakan meja telah dikoreksi dengan interpolasi.
Artefak volume parsial diutamakan di spiral/helical CT karena penurunan profil sensitifitas slice. Artefak dapat dikurangi dengan slice yang tipis, suatu pitch dari 1 dan 180 algoritma derajat tingkat. Bagaimanapun, rekonstruksi gambar dan summing slice yang tipis adalah waktu consuming. Scan berulang seolah-olah scan tebal tetapi dengan signifikan mengurangi artefak volume parsial. Karena hanya gambaran klinis yang perlu direkonstruksi, rekonstruksi itu dapat secara prospektif direncanakan seolah-olah scan itu sedang dilaksanakan dengan slice thickness yang dibatasi beberapa kali bahwa slice thickness yang nyata sedang digunakan (heuscher dan Vembar, 1999).
Artefak dapat juga berasal dari CT angiography dengan 3D dan tampilan proyeksi intensitas maksimum (MIP). Didalam gambaran MIP, artefak kelihatan sebagai strip horizontal gelap dan yang terang dan disebut "artefak-artefak zebra" (hsieh, 1997). Jalur diakibatkan oleh ketidaksamaan dari noise. Artefak zebra dapat dikurangi dengan noise yang diperbaiki di dalam gambaran yang direkonstruksi melalui scanning atau pengolahan citra.
Akhirnya, hsieh (1999) menggolongkan artefak yang digambarkannya sebagai miscellaneous (lain) seperti pola Moire.

QUALITY CONTROL
QC adalah satu bagian integral dari pengujian peralatan dan program pemeliharaan di Rumah sakit. QC memastikan kinerja yang optimal dari CT scanner melalui suatu rangkaian dari test-test yang sehari-hari, tahunan dan bulanan untuk spasial resolusi, kontras resolusi, noise , lebar slice kVp bentuk gelombang, rata-rata nomor CT dari air, standar deviasi pada angka CT dalam radiasi hambur dan air dan kebocoran. Test ini melembagakan suatu QC yang umum memprogram CT scanner.

sumber :  http://radiologi-indonesia.blogspot.com/2009/03/kualitas-gambar_23.html

Efek Radiasi Terhadap Manusia

Jumat, 07 Juni 2013

Jika radiasi mengenai tubuh manusia, ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi: berinteraksi dengan tubuh manusia, atau hanya melewati saja. Jika berinteraksi, radiasi dapat mengionisasi atau dapat pula mengeksitasi atom. Setiap terjadi proses ionisasi atau eksitasi, radiasi akan kehilangan sebagian energinya. Energi radiasi yang hilang akan menyebabkan peningkatan temperatur (panas) pada bahan (atom) yang berinteraksi dengan radiasi tersebut. Dengan kata lain, semua energi radiasi yang terserap di jaringan biologis akan muncul sebagai panas melalui peningkatan vibrasi (getaran) atom dan struktur molekul. Ini merupakan awal dari perubahan kimiawi yang kemudian dapat mengakibatkan efek biologis yang merugikan.
Satuan dasar dari jaringan biologis adalah sel. Sel mempunyai inti sel yang merupakan pusat pengontrol sel. Sel terdiri dari 80% air dan 20% senyawa biologis kompleks. Jika radiasi pengion menembus jaringan, maka dapat mengakibatkan terjadinya ionisasi dan menghasilkan radikal bebas, misalnya radikal bebas hidroksil (OH), yang terdiri dari atom oksigen dan atom hidrogen. Secara kimia, radikal bebas sangat reaktif dan dapat mengubah molekul-molekul penting dalam sel.
DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan salah satu molekul yang terdapat di inti sel, berperan untuk mengontrol struktur dan fungsi sel serta menggandakan dirinya sendiri.
Setidaknya ada dua cara bagaimana radiasi dapat mengakibatkan kerusakan pada sel. Pertama, radiasi dapat mengionisasi langsung molekul DNA sehingga terjadi perubahan kimiawi pada DNA. Kedua, perubahan kimiawi pada DNA terjadi secara tidak langsung, yaitu jika DNA berinteraksi dengan radikal bebas hidroksil. Terjadinya perubahan kimiawi pada DNA tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat menyebabkan efek biologis yang merugikan, misalnya timbulnya kanker maupun kelainan genetik.
Pada dosis rendah, misalnya dosis radiasi latar belakang yang kita terima sehari-hari, sel dapat memulihkan dirinya sendiri dengan sangat cepat. Pada dosis lebih tinggi (hingga 1 Sv), ada kemungkinan sel tidak dapat memulihkan dirinya sendiri, sehingga sel akan mengalami kerusakan permanen atau mati. Sel yang mati relatif tidak berbahaya karena akan diganti dengan sel baru. Sel yang mengalami kerusakan permanen dapat menghasilkan sel yang abnormal ketika sel yang rusak tersebut membelah diri. Sel yang abnormal inilah yang akan meningkatkan risiko tejadinya kanker pada manusia akibat radiasi.
Efek radiasi terhadap tubuh manusia bergantung pada seberapa banyak dosis yang diberikan, dan bergantung pula pada lajunya; apakah diberikan secara akut (dalam jangka waktu seketika) atau secara gradual (sedikit demi sedikit).
Sebagai contoh, radiasi gamma dengan dosis 2 Sv (200 rem) yang diberikan pada seluruh tubuh dalam waktu 30 menit akan menyebabkan pusing dan muntah-muntah pada beberapa persen manusia yang terkena dosis tersebut, dan kemungkinan satu persen akan meninggal dalam waktu satu atau dua bulan kemudian. Untuk dosis yang sama tetapi diberikan dalam rentang waktu satu bulan atau lebih, efek sindroma radiasi akut tersebut tidak terjadi.
Contoh lain, dosis radiasi akut sebesar 3,5 – 4 Sv (350 – 400 rem) yang diberikan seluruh tubuh akan menyebabkan kematian sekitar 50% dari mereka yang mendapat radiasi dalam waktu 30 hari kemudian. Sebaliknya, dosis yang sama yang diberikan secara merata dalam waktu satu tahun tidak menimbulkan akibat yang sama.
Selain bergantung pada jumlah dan laju dosis, setiap organ tubuh mempunyai kepekaan yang berlainan terhadap radiasi, sehingga efek yang ditimbulkan radiasi juga akan berbeda.
Sebagai contoh, dosis terserap 5 Gy atau lebih yang diberikan secara sekaligus pada seluruh tubuh dan tidak langsung mendapat perawatan medis, akan dapat mengakibatkan kematian karena terjadinya kerusakan sumsum tulang belakang serta saluran pernapasan dan pencernaan. Jika segera dilakukan perawatan medis, jiwa seseorang yang mendapat dosis terserap 5 Gy tersebut mungkin dapat diselamatkan. Namun, jika dosis terserapnya mencapai 50 Gy, jiwanya tidak mungkin diselamatkan lagi, walaupun ia segera mendapatkan perawatan medis.
Jika dosis terserap 5 Gy tersebut diberikan secara sekaligus ke organ tertentu saja (tidak ke seluruh tubuh), kemungkinan besar tidak akan berakibat fatal. Sebagai contoh, dosis terserap 5 Gy yang diberikan sekaligus ke kulit akan menyebabkan eritema. Contoh lain, dosis yang sama jika diberikan ke organ reproduksi akan menyebabkan mandul.
Efek radiasi yang langsung terlihat ini disebut Efek Deterministik. Efek ini hanya muncul jika dosis radiasinya melebihi suatu batas tertentu, disebut Dosis Ambang.
Efek deterministik bisa juga terjadi dalam jangka waktu yang agak lama setelah terkena radiasi, dan umumnya tidak berakibat fatal. Sebagai contoh, katarak dan kerusakan kulit dapat terjadi dalam waktu beberapa minggu setelah terkena dosis radiasi 5 Sv atau lebih.
Jika dosisnya rendah, atau diberikan dalam jangka waktu yang lama (tidak sekaligus), kemungkinan besar sel-sel tubuh akan memperbaiki dirinya sendiri sehingga tubuh tidak menampakkan tanda-tanda bekas terkena radiasi. Namun demikian, bisa saja sel-sel tubuh sebenarnya mengalami kerusakan, dan akibat kerusakan tersebut baru muncul dalam jangka waktu yang sangat lama (mungkin berpuluh-puluh tahun kemudian), dikenal juga sebagai periode laten. Efek radiasi yang tidak langsung terlihat ini disebut Efek Stokastik.
Efek stokastik ini tidak dapat dipastikan akan terjadi, namun probabilitas terjadinya akan semakin besar apabila dosisnya juga bertambah besar dan dosisnya diberikan dalam jangka waktu seketika. Efek stokastik ini mengacu pada penundaan antara saat pemaparan radiasi dan saat penampakan efek yang terjadi akibat pemaparan tersebut. Kecuali untuk leukimia yang dapat berkembang dalam waktu 2 tahun, efek pemaparan radiasi tidak memperlihatkan efek apapun dalam waktu 20 tahun atau lebih.
Salah satu penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kanker. Penyebab sebenarnya dari penyakit kanker tetap tidak diketahui. Selain dapat disebabkan oleh radiasi pengion, kanker dapat pula disebabkan oleh zat-zat lain, disebut zat karsinogen, misalnya asap rokok, asbes dan ultraviolet. Dalam kurun waktu sebelum periode laten berakhir, korban dapat meninggal karena penyebab lain. Karena lamanya periode laten ini, seseorang yang masih hidup bertahun-tahun setelah menerima paparan radiasi ada kemungkinan menerima tambahan zat-zat karsinogen dalam kurun waktu tersebut. Oleh karena itu, jika suatu saat timbul kanker, maka kanker tersebut dapat disebabkan oleh zat-zat karsinogen, bukan hanya disebabkan oleh radiasi.

Pengertian Radiasi

Radiasi adalah setiap proses di mana energi bergerak melalui media atau melalui ruang, dan akhirnya diserap oleh benda lain. Orang awam sering menghubungkan kata radiasi ionisasi (misalnya, sebagaimana terjadi pada senjata nuklir, reaktor nuklir, dan zat radioaktif), tetapi juga dapat merujuk kepada radiasi elektromagnetik (yaitu, gelombang radio, cahaya inframerah, cahaya tampak, sinar ultra violet, dan X-ray), radiasi akustik, atau untuk proses lain yang lebih jelas. Apa yang membuat radiasi adalah bahwa energi memancarkan (yaitu, bergerak ke luar dalam garis lurus ke segala arah) dari suatu sumber. geometri ini secara alami mengarah pada sistem pengukuran dan unit fisik yang sama berlaku untuk semua jenis radiasi.

Dengan adanya kemajuan IPTEK membuat manusia untuk menghasilkan berbagai alternative pengobatan salah satunya menggunakan radiasi sinar pada beberapa penyakit. Seiring dengan perkembangan zaman, para tenaga medis lebih meningkatkan penggunaan radiasi sinar untuk proses medical. Namun ditemui banyak kasus ditemui bahwa banyak terjadi penyakit akibat kerja, yang notabenenya disebabkan oleh factor kelalaian. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi sinar sebanding dengan penyakit yang proses penyembuhannya menggunakan radiasi sinar. Oleh karena itu hal inilah yang melatarbelakangi kami untuk melakukan identifikasin terhadap ”Penyakit Akibat Radiasi Sinar Infra Red  dan X-Ray bagi Kesehatan”.

sumber :  http://www.infobelajar.com/2013/01/pengertian-radiasi.html

8 HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN MUSLIMAH

Senin, 03 Juni 2013

kebanyakan saudari muslimah secara tidak sadar atau karena belum tahu hukumnya dalam islam, melakukan hal-hal yang tidak sesuai syariat islam. Hal-hal yang dilarang keras bahkan pelakunya diancam siksaan yang pedih. Padahal Allah sudah memberikan tuntunan dan peringatan serta balasan atas perbuatan yang dilakukan.
  1. Kewajiban memakai Jilbab
    Masih saja ada yang menanyakan(menyangsikan) kewajiban berjilbab. Padahal dasar hukumnya sudah jelas yaitu:
    • Surat Al-Ahzab ayat 59 (33:59)

      Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan hijab keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebihi mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

    • Surat An-Nuur: ayat 31 (24:31)
      Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasanny, kecuali yang biasa tampak padanya. Dan hendaklah mereka menutup kain kudung kedadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putri mereka atau putra-putri suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau buda-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang beriman supaya kamu beruntung ”

      “(Ini adalah) satu surat yang kami turunkan dan kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya”. (An-Nuur:1)

      Ayat pertama Surat An-Nuur yang mendahului ayat-ayat yang lain. Yang berarti hukum-hukum yang berada di surat itu wajib hukumnya.

    • Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya:
      “Janganlah kaum wanita menampakkan sedikitpun dari perhiasan mereka kepada pria-pria ajnabi (yang bukan mahram/halal nikah), kecuali yang tidak mungkin disembunyikan.”

    • Ibnu Masud berkata : Misalnya selendang dan kain lainnya. “Maksudnya adalah kain kudung yang biasa dikenakan oleh wanita Arab di atas pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang tampak, maka itu bukan dosa baginya, karena tidak mungkin disembunyikan.”

    • Al-Qurthubi berkata: Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya :
      “Wahai Asma ! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.” Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Semoga Allah memberi Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya.”

    • Juga berdasarkan sabda Nabi shalallohu 'alahi wa sallam:
      “Ada tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki-laki yang meninggalkan jamaah kaum muslimin dan mendurhakai imamnya (penguasa) serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita atau laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan ditanya.” (Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad).
      Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki. (Fathul Bayan VII/19).

    Masihkah menyangsikan kewajiban mamakai Jilbab?

  2. Menggunjing, Gosip = Ghibah
    Maaf saudari muslimah, ini juga sangat2 sering dilakukan tanpa sadar. Begitu saja terjadi dan tiak terasa bahwa itu salah satu dosa, karena begitu biasanya. Definisi ghibah dapat kita lihat dalam hadits Rasulullah berikut ini:

    “Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Si penanya kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?” Rasulullah menjawab, “kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).

    Berdasarkan hadits di atas telah jelas bahwa definisi ghibah yaitu menceritakan tentang diri saudara kita sesuatu yang ia benci meskipun hal itu benar. Ini berarti kita menceritakan dan menyebarluaskan keburukan dan aib saudara kita kepada orang lain. Allah sangat membenci perbuatan ini dan mengibaratkan pelaku ghibah seperti seseorang yang memakan bangkai saudaranya sendiri. Allah berfirman:

    ” Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)
  3. Menjaga Suara
    Suara empuk dan tawa canda seorang wanita terlalu sering kita dengarkan di sekitar kita, baik secara langsung atau lewat radio dan televisi. Terlebih lagi bila wanita itu berprofesi sebagai penyiar atau MC karena memang termasuk modal utamanya adalah suara yang indah dan merdu. Begitu mudahnya wanita memperdengarkan suaranya yang bak buluh perindu, tanpa ada rasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Padahal Dia telah memperingatkan:

    “Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.” (Al Ahzab: 32)

    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah bersabda : “Wanita itu adalah aurat, apabila ia keluar rumah maka syaitan menghias-hiasinya (membuat indah dalam pandangan laki-laki sehingga ia terfitnah)”. (HR. At Tirmidzi, dishahihkan dengan syarat Muslim oleh Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi`i dalam Ash Shahihul Musnad, 2/36).
    Sebagai muslimah harus menjaga suara saat berbicara dalam batas kewajaran bukan sengaja dibikin mendesah-desah, mendayu-dayu, merayu, dan semisalnya. Wallahu a’lam

  4. Mencukur alis mata
    Abdullah bin Mas'ud RadhiyAllohu 'anhu, dia berkata :

    "Alloh Subhanahu wa Ta’ala melaknat wanita yang mencukur alisnya dan wanita yang minta dicukurkan alisnya, wanita yang minta direnggangkan giginya untuk mempercantik diri, yang mereka semua merubah ciptaan Alloh".

    Mencukur alis atau menipiskannya, baik dilakukan oleh wanita yang belum menikah atau sudah menikah, dengan alasan mempercantik diri untuk suami atau lainnya tetap diharamkan, sekalipun disetujui oleh suaminya. Karena yang demikian termasuk merubah penciptaan Allah yang telah menciptakannya dalam bentuk yang sebaik- baiknya. Dan telah datang ancaman yang keras serta laknat bagi pelakunya. Ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.

  5. Memakai Wangi-wangian
    Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasannya ia berkata: Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam bersabda:

    “Siapapun wanita yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (Al-Hakim II/396 dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).

    Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda shalallohu 'alahi wa sallam:

    “Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid, maka jangan sekali-kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian.” (Muslim dan Abu Awanah).

    Dari Musa bin Yasar dari Abu Hurairah: Bahwa seorang wanita berpapasan dengannya dan bau wewangian tercium olehnya. Maka Abu Hurairah berkata :

    Wahai hamba Allah ! Apakah kamu hendak ke masjid ? Ia menjawab : Ya. Abu Hurairah kemudian berkata : Pulanglah saja, lalu mandilah ! karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda : “Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangian menghembus maka Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi.” (Al-Baihaqi III/133).

    Alasan pelarangannya sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Ibnu Daqiq Al-Id berkata :

    “Hadits tersebut menunjukkan haramnya memakai wewangian bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat membangkitkan nafsu birahi kaum laki-laki” (Al-Munawi : Fidhul Qadhir).

    Syaikh Albani mengatakan: Jika hal itu saja diharamkan bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, lalu apa hukumnya bagi yang hendak menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya ? Tidak diragukan lagi bahwa hal itu jauh lebih haram dan lebih besar dosanya. Berkata Al-Haitsami dalam AZ-Zawajir II/37

    “Bahwa keluarnya seorang wanita dari rumahnya dengan memakai wewangian dan berhias adalah termasuk perbuatan dosa besar meskipun suaminya mengizinkan”. Selanjutnya tentang pakaian seorang muslimah. Fenomena jilbab sangat bagus saat ini, tetapi sangat disayangkan dalam pelaksanaannya masih jauh dari yang disyariatkan, jilbab gaul istilahnya.

    6. Memakai Pakaian transparan dan membentuk tubuh/ketat

    Sebab yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali tidak trasparan. Jika transparan, maka hanya akan mengundang fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah telah bersabda :

    “Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang terkutuk.” (At-Thabrani Al-Mujamusshaghir : 232).

    Di dalam hadits lain terdapat tambahan yaitu :
    “Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian.” (HR.Muslim).

    Ibnu Abdil Barr berkata :
    “Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dans tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang.” ( Tanwirul Hawalik III/103).

    Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawsanya Umar bin Al-Khattab pernah memakai baju Qibtiyah (jenis pakaian dari Mesir yang tipis dan berwarna putih) kemudian Umar berkata :

    “Jangan kamu pakaikan baju ini untuk istri-istrimu !. Seseorang kemudian bertanya : Wahai Amirul Muminin, Telah saya pakaikan itu kepada istriku dan telah aku lihat di rumah dari arah depan maupun belakang, namun aku tidak melihatnya sebagai pakaian yang tipis !. Maka Umar menjawab : Sekalipun tidak tipis,namun ia menggambarkan lekuk tubuh.” (H.R. Al-Baihaqi II/234-235).

    Usamah bin Zaid pernah berkata: Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam pernah memberiku baju Qibtiyah yang tebal yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku: “Mengapa kamu tidak mengenakan baju Qibtiyah ?” Aku menjawab : Aku pakaikan baju itu pada istriku. Nabi lalu bersabda :

    “Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Qibtiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya.” (Ad-Dhiya Al-Maqdisi : Al-Hadits Al-Mukhtarah I/441).

    Aisyah pernah berkata:
    ” Seorang wanita dalam shalat harus mengenakan tiga pakaian : Baju, jilbab dan khimar. Adalah Aisyah pernah mengulurkan izar-nya (pakaian sejenis jubah) dan berjilbab dengannya (Ibnu Sad VIII/71).

    Pendapat yang senada juga dikatakan oleh Ibnu Umar : Jika seorang wanita menunaikan shalat, maka ia harus mengenakan seluruh pakainnya :
    Baju, khimar dan milhafah (mantel)” (Ibnu Abi Syaibah: Al-Mushannaf II:26/1).

    7. Memakai Pakaian menyerupai pakaian Laki-laki

    Karena ada beberapa hadits shahih yang melaknat wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria, baik dalam hal pakaian maupun lainnya. Dari Abu Hurairah berkata:

    “Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria” (Al-Hakim IV/19 disepakati oleh Adz-Dzahabi).

    Dari Abdullah bin Amru yang berkata: Saya mendengar Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam bersabda:
    “Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita.” (Ahmad II/199-200)
    Dari Ibnu Abbas yang berkata: Nabi shalallohu 'alahi wa sallam melaknat kaum pria yang bertingkah kewanita-wanitaan dan kaum wanita yang bertingkah kelaki-lakian. Beliau bersabda :
    “Keluarkan mereka dari rumah kalian. Nabi pun mengeluarkan si fulan dan Umar juga mengeluarkan si fulan.”

    Dalam lafadz lain :
    “Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria.” (Al-Bukhari X/273-274).
    Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam bersabda:
    “Tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan memandang mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah kelaki-lakian dan menyerupakan diri dengan laki-laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu).” ( Al-Hakim I/72 dan IV/146-147 disepakati Adz-Dzahabi).
    Dalam hadits-hadits ini terkandung petunjuk yang jelas mengenai diharamkannya tindakan wanita menyerupai kaum pria, begitu pula sebaiknya. Ini bersifat umum, meliputi masalah pakaian dan lainnya, kecuali hadits yang pertama yang hanya menyebutkan hukum dalam masalah pakaian saja.

    8. Memakai Pakaian menyerupai pakaian Wanita Kafir

    Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakain khas mereka. Dalilnya Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya :

    “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik(Al-Hadid:16).”
    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya:
    “Janganlah mereka seperti...” merupakan larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka, di samping merupakan larangan khusus dari tindakan menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan (Al-Iqtidha... hal. 43).
    Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat ini (IV/310): Karena itu Allah Subhanahu Wa Ta'ala melarang orang-orang beriman menyerupai mereka dalam perkara-perkara pokok maupun cabang. Allah berfirman : Artinya:
    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad).“Raaina” tetapi katakanlah “Unzhurna” dan dengarlah. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih” (Q.S. Al-baqarah:104).
    Lebih lanjut Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (I/148): Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mnyerupai ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orang-orang kafir. Sebab, orang-orang Yahudi suka menggunakan plesetan kata dengan tujuan mengejek.

    Jika mereka ingin mengatakan “Dengarlah kami” mereka mengatakan “Raaina” sebagai plesetan kata “ruunah” (artinya ketotolan) sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 46. Allah juga telah memberi tahukan dalam surat Al-Mujadalah ayat 22, bahwa tidak ada seorang mu’min yang mencintai orang-orang kafir. Barangsiapa yang mencintai orang-orang kafir, maka ia bukan orang mu’min, sedangkan tindakan menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan.
    sumber :  http://coliq.web.ugm.ac.id/index.php?menu=artdet&art=196&nm=Religi&t=8%20Hal%20Yang%20Perlu%20di%20Perhatikan%20Muslimah%20%28bag%20II%29

    http://coliq.web.ugm.ac.id/?menu=artdet&art=194&nm=Religi&t=8%20Hal%20Yang%20Perlu%20di%20Perhatikan%20Muslimah

Sabtu, 08 Juni 2013

Faktor yang Mempengaruhi Ketajaman

0 komentar
a)      Faktor Citra Radiografi, meliputi :
-          Ketajaman dan kontras obyektif
-          Tingakat eksposi
Bila citra radiografi berbatas/berbentuk jelas, benda densitas masih dapat diamati, walau tingkat densitasnya sedikit (ketajaman baik walau dengan kontras yang sangat rendah). Jika citra radiografi dengan perbedaan densitas tinggi, struktur masih dapat terlihat jelas walau dengan batas yang tidak begitu tegas (ketajaman masih dapat dilihat, walaupun detail struktur tidak optimal).
Pada praktek radiografi, hal itu dapat kita temukan pada x-foto abdomen untuk melihat struktur dari janin, terlihat adanya perbedaan densitas yang kecil, namun bentuk janin terlihat jelas. Juga pada x-foto abdomen anak kecil tertelan uang logam terlihat adanya perbedaan densitas yang tinggi, ketajaman uang logam masih terlihat walau bentuknya tidak tegas (uang logam bergerak). Dengan demikian, batas yang tegas dari citra radiografi tidak hanya tergantung oleh ketajaman/kontras tetapi dari keduanya. Tingkat eksposi signifikan merubah kontras yang terlihat pada citra radiografi. Bila terjadi overexposure maka densitas pada seluruh bidang film juga meningkat, tetapi “kontras obyektif” (overexposure tidak berlebihan) tidak berubah, karena perbedaan melewatkan cahaya dari seluruh bidang x-foto tetap ada dan dapat diukur. Karena densitas yang demikian besar, mata sudah tidak dapat lagi melihat, karena tidak ada lagi cahaya dari viewer yang dapat melaluinya. Oleh karena itu pemirsa mengatakan bahwa kontras visual berkurang karena overexposure, jadi kontras visual ini bersifat subyektif tidak dapat diukur. Pada underex posure dimana densitasnya sangat minim menyebabkan kontras obyektif dan subyektif menjadi kurang.

b)     Faktor Viewer/Illuiminator (alat baca x-foto)
Hubungannya terhadap detail (devinition) adalah dengan contras subyektif faktor viewer dapat dilihat dari segi:
-          Yang  berhubungan dengan kualitas penerangan
-          Yang berhubungan dengan penglihatan pemirsa
  • Penerangan
Penerangan lampu viewer dapat dengan berbagai warna, intensitas, dan homogenitas; diluminator yang moderen denfgan dilengkapi dengan beberapa lampu TL yang memancarkan cahaya biru cerah dan homogen, dapat meningkatkan nilai kontras “kontras-fisual”. X-foto yang overexposure dengan menaikan intensitas penerangan illuminator akan meningkatkan kontras subyektif, sedangkan  yang underexposure intensitas cahaya diturunkan hingga kontras visual dapat tercapai. Pada umumnya viewer dilengkapi dengan alat pengatur terangnya cahaya, sesuai dengan keadaan citra radiografi yang sedang ditayangkan. Ruang baca x-foto sebaiknya ruangan redup (watt rendah) sehingga cahaya yang keluar dari viewer dapat diamati dengan baik.
  • Penglihatan Pemirsa
Kontras citra radiografi oleh mata kelihatnaya dipengartuhi oleh tingkat penerangan yang diadaptasi, dan oleh silaunya cahaya viewer. Mata yang beradaptasi dengan cahaya terang tidak dapat mengamati perbedaan densitas pada tingkat gelap, dan detail. Juga bila viewer dengan x-foto densitas sedikit, melewatkan cahaya yang menyilaukan, menyebabkan kegagalan untuk melihat detail struktur. Untuk mencegah cahaya yang menyilaukan, viewer dilengkapi dengan semacam diagfragma yang dapat membatasi luas penerangan. Spot light yang berada di luar viewer gunanya untuk mengamati bagian tertentu dari film yang densitasnya gelap.

Kontras Radiografi
Kontras radiografi memiliki unsur yang berbeda :
  • Kontras Objektif, perbedaan kehitaman ada seluruh bagian citra yang dapat dilihat & dinyatakan dengan angka. Adapun penyebabnya :
    • Faktor radiasi
      • Kualitas sinar primer 
      • Sinar hambur / scatter
    • Faktor film
    • Faktor processing
      • Jenis & susunan bahan pembangkit 
      • Waktu & suhu pembangkitkan 
      • Lemahnya cairan pembangkit 
      • Agitasi film
      • Reducer
  • Kontras Subjektif, yaitu perbedaan terang di antara bagian film, jadi tidak dapat diukur, tergantung dari pemirsa/pengamat
   
Distorsi Citra Radiografi  
Merupakan perbandingan yang salah dari struktur yang direkam, bentuk serta hubungan dengan struktur lainnya kurang betul. Hasil yang benar diperoleh bila garis tentgah struktur yang akan di x-foto berada sejajar dengan film yang tegak lurus dengan pusat sinar-x. Hal ini sering terlihat pada x-ray foto gigi, bila hal ini terjadi, maka x-ray foto gigi akan terlihat bertumpuk satu sama lain, dapat lebih panjang atau lebih pendek.
 

Pengertian

0 komentar
Pada dasarnya, lima karakteristik image radiografik menentukan kualitasnya: spasial resolusi , kontras resolusi, noise, distorsi, dan artefak (Sprawls, 1955). Setiap karakteristik dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan processing, geometri, gerakan, kontras subjek, teknik kontras film, reseptor image, ukuran titik focal, kondisi yang dilihat, dan penampilan peneliti / observer.
Dalam CT Scan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas gambar telah diidentifikasi dan didiskusikan dalam beberapa kesempatan (Pfeiler dkk, 1976; Blumenfeld dan Glover, 1981; Hanson, 1981; Morgan, 1983; Villafana, 1987; Sprawls, 1995; dan Barnes dan Lakshminarayanan, 1989). Kalender dan Polacin (1991) juga membedakan kualitas gambar CT scanning dalam geometri spiral.

KUALITAS
Pernyataan Umum
Robb dan Morin (1991) telah menunjukkan serangkaian faktor yang mempengaruhi kualitas gambar : karakteristik sinar x, dosis, kemampuan penyebaran subjek, ketebalan irisan (slice thickness), hamburan, efisiensi konversi analog menjadi digital, ukuran pixel, algorithma rekonstruksi, dan display resolusi.
Robb dan Morin (1991) juga telah memberikan pernyataan aljabar untuk kualitas image dalam CT:
δ2 (µ) = kT / (td2R) (II - I)
dimana δ (µ) adalah selisih (sebuah pengukuran variabilitas µ terhadap rerata) antara hasil dari noise, T adalah kemampuan penyebaran (kebalikan dari atenuasi, dengan mempertimbangkan komposisi dan distribusi jaringan), t adalah slice thickness, d adalah ukuran pixel, R adalah dosis, dan k adalah faktor yang digunakan untuk merubah dosis kulit menjadi dosis yang terserap.
Untuk meningkatkan kualitas gambar, dosis dan ukuran pixel (d) bisa dirubah “karena kemampuan penyebaran umumnya tidak bisa dirubah dan untuk beberapa scan, setting ketebalan irisan akan dicocokkan” (Robb dan Morin, 1991).




Pengukuran
Kualitas image CT ditentukan oleh faktor yang ditunjukkan dalam gambar 11-1.

Fig.11-1

Beberapa metode dapat digunakan untuk mengukur beberapa parameter ini, seperti fungsi penyebaran titik (PSF), fungsi penyebaran garis (LSF), fungsi transfer kontras (CTF), dan fungsi transfer modularisasi (MTF). Dari semua fungsi ini, MTF adalah deskriptor spasial resolusi yang paling sering digunakan dalam CT dan radiografi konvensional.
PSF menjelaskan kekurangtebalan yang dihasilkan ketika sebuah titik objek tidak dipancarkan kembali sebagai titik “yang sebenarnya” dalam image. Kekurangtebalan ini menghasilkan efek kabur (yaitu titik tersebut menyebar membentuk lingkaran yang dapat diukur). Ukuran spasial resolusi adalah lebar fungsi penyebaran titik pada setengah dari nilai maksimumnya. Ukuran ini disebut full widht at half-maximum (FWHM) atau lebar penuh pada setengah dari nilai maksimum, yang sering dilihat pada data CT untuk spasial resolusi.
LSF juga menjelaskan ketidaktajaman dari sebuah sistem imaging ketika sebuah objek garis atau celah tidak dihasilkan kembali sebagai sebuah image garis atau celah, tapi menyebar sebagai jarak yang dapat diukur.
CTF, juga disebut sebagai fungsi respon kontras, mengukur respon kontras sistem imaging. Untuk pola uji resolusi yang terdiri dari serangkaian celah dan ruang, kontras sultant adalah perbedaan dalam ketebalan (densitas) antara daerah celah yang berdekatan. Pada grafik yang digambar antara kontras yang dihasilkan dari celah image sebagai sebuah fungsi jumlah celah per panjang unit, CTF bisa didapat. Kontras image menurun ketika jumlah celah per panjang unit menurun.
MTF bisa diperoleh dari LSF, PSF, dan fungsi respon tepi (ERF), yang menjelaskan tentang respon sistem imaging pada daerah yang berdekatan dengan densitas rendah dan tinggi. MTF bisa didapat dengan perubahan Fourier dari LSF, PSF, dan ERF. MTF mengukur kemampuan resolusi dari sebuah sistem dengan memecah objek menjadi komponen frekuensinya (gambar 11-2). Optical densitas menunjukkan kemurnian image, atau ketepatan dimana objek dapat dihasilkan kembali dalam image. MTF 1 artinya bahwa sistem imaging telah menghasilkan kembali objek dengan tepat, sedangkan MTF 0 mengindikasikan bahwa tidak ada transfer objek menjadi image.
Dalam Figur 11-2, pada line pair 1 (lp)/cm frekuensi spasial, optical density adalah 0.88; pada 2 lp/cm, optical density adalah 0.59, dan sebagainya. Jika spasial frekuensi digambarkan sebagai sebuah fungsi kemurnian image, kurva MTF dapat diperoleh (gambar 11-3). MTF adalah fungsi transfer yang paling umum untuk CT scanner. Dalam kurva MTF untuk dua CT scanner (gambar 11-4), scanner A dapat menggambarkan 5.2 lp/cm pada 0.1 MTF jika dibandingkan dengan scanner B, yang hanya bisa menggambarkan 3.5 lp/cm pada 0.1 MTF. Ini berarti bahwa scanner A memiliki kemampuan spasial resolusi yang lebih baik daripada scanner B.
Berapakah ukuran yang absolut bagi sebuah objek dalam imaging CT? Bushong (1997) memberikan jawaban “sama dengan perbandingan terbalik spasial frekuensi”. Contohnya, jika frekuensi spasial dari sebuah CT scanner adalah 15 lp/cm (15 lp/cm-1), kemudian CT scanner dapat memecah objek sebesar 0.3 mm (1/15 lp/cm = 10/15 lp/mm = 0.6 mm/lp = 0.3 mm).
Akhirnya, noise dalam sebuah image dapat diukur oleh spektrum kekuatan noise, atau spektrum Wiener (gambar 11-5). Deskripsi ini dapat juga digunakan untuk meneliti bunyi total dari sebuah sistem. gambar 11-5 menunjukkan bahwa spektrum kekuatan noise didapat dengan perubahan Fourier untuk memecahkan gambaran noise menjadi komponen frekuensinya. Sedangkan MTF menunjukkan spasial resolusi, spektrum kekuatan noise menjelaskan kontras resolusi.

Gambar 11-2 dan 11-3
Gambar 11-4 dan 11-5

Phantom
Pabrik CT memberikan berbagai jenis phantom untuk pengukuran rutin, tapi phantom lain bisa didapat untuk pengukuran tambahan. Dua phantom yang populer adalah pola ledakan bintang dan pola batang yang serupa dengan phantom Catphan (Laboratorium Penelitian Alderson) dan phantom Plexiglass yang terdiri dari serangkaian lubang dengan diameter yang berbeda yang disusun dalam baris-baris (row) (Persatuan Ahli Ilmu Fisika dalam Kedokteran Amerika (AAPM)). Figur 11-6 menggambarkan beberapa phantom untuk mengukur noise, spasial resolusi , kontras resolusi ,dan ketebalan irisan (slice thickness).
Gambar 11-6


RESOLUSI
Resolusi pada CT dapat didiskusikan dalam bentuk spasial resolusi dan kontras resolusi. Pada pembahasan ini, akan menggambarkan karakteristik penting antara keduanya.


Spasial Resolusi
Spasial resolusi menjelaskan tingkatan derajat efek kabur (blurring) pada sebuah gambaran. Pada CT scanner, spasial resolusi adalah “suatu ukuran dari kemampuan untuk membeda-bedakan objek tentang bermacam-macam densitas suatu jarak yang kecil terpisah suatu latar belakang yang seragam” (Robb and Morin, 1991).
Spasial resolusi sering digambarkan oleh PSF, LSF dan MTF (lihat gambar 11-4). Barnes dan Lakshminarayanan (1989) dapat digunakan pada MTF untuk menjelaskan spasial resolusi pada sistem CT, yang diikuti :
MTF system (f) = MTF geometry (f) ∙ MTF algorithm (f) (11-2)
Dimana f adalah spasial resolusi. Equasi 11-1 menunjukkan bahwa CT spasial resolusi secara umum yang dipengaruhi oleh dua kategori dari faktor-faktor : geometris dan rekonstruksi algoritma.

Faktor Geometri
Faktor geometrik mengacu pada faktor-faktor berperan dalam proses akusisi data (Blumenfeld dan Glover, 1981) seperti ukuran focal spot, detektor, slice thickness, jarak antara fokus, isocenter (pusat rotasi pada gantry) dan jarak sampling. Rekonstruksi algoritma-algoritma, bagaimanapun juga mempengaruhi spasial resolusi berdasarkan pada kemampuan mereka untuk memperlancar atau meningkatkan tepi-tepi.
Pada CT, ukuran focal spot efektif di isocenter menunjukkan ukuran focal spot di dalam tabung sinar-X. Jika ukuran focal spot efektif meningkat, detail di dalam object itu dibagi-bagikan diatas beberapa detektor-detektor, seperti itu dapat mengurangi spasial resolusi.
Ukuran lubang bidik kamera mengacu pada lebar dari ukuran lubang bidik kamera di detektor. Secara umum, object itu dapat dipecahkan ketika ukuran lubang bidik kamera adalah lebih kecil dibanding pengaturan jarak antara object. Spasial resolusi yang lebih tinggi dapat diperoleh karena ukuran-ukuran lubang bidik kamera yang lebih kecil. Kedua-duanya ukuran focal spot dan lebar bidik detektor mempengaruhi resolusi dalam kaitan dengan menggunakan istilah lebar berkas sinar scan yang efektif di isocenter. Focal spot dan detektor terkecil ukuran adalah 4 mm, 10 mm slice thickness menyebar 4 mm diatas seluruh slice thickness dan seperti itu CT number yang salah. Efek ini disebut dengan partial volume effect. Slice dekat dengan ukuran obyek, seperti suatu 5 mm , slice thickness , akan menjadi suatu perbaikan yang penting dan seperti itu meningkatkan spatial resolusi.
Banyaknya proyeksi-proyeksi juga mempengaruhi spatial resolusi. Seperti banyaknya proyeksi-proyeksi meningkat, lebih banyak data ada tersedia untuk rekonstruksi gambaran dan memperbaiki spatial resolusi (gambar 11-7).

Gambar 11-7


Rekonstruksi Algoritma
Mengingat dari bab 7 bahwa rekonstruksi gambar melibatkan dua prosedur mathematical : belokan dan proyeksi kembali. Sangat utama, jika profil-profil proyeksi kembali memproyeksikan tanpa koreksi, blurring muncul (gambar 11-8,A). Untuk mempertajam gambaran, suatu proses belokan diberlakukan bagi beban profil scan sebelum proyeksi kembali (gambar 11-8, B). Sifat dan tingkat derajat dari penimbangan bergantung pada algoritma belokan (gambar 11-9).
Gambar 11-8
Algoritma belokan atau inti mempengaruhi penampilan dari struktur-struktur gambaran. Algoritma belokan telah dikembangkan untuk masing-masing aplikasi spesifik anatomi. Pada umumnya, algoritma ini diberlakukan untuk menekan soft tissue (algoritma standar) dan tulang dan dikenal sebagai algoritma-algoritma soft tissue dan tulang detail. Sedangkan, pembentuk diberlakukan untuk tulang belakang, pankreas, ginjal, paru- paru atau setiap daerah soft tissue, yang belakangan stuktur tulang yang diterapkan telinga dalam dan tulang yang tebal/padat.
Spasial resolusi pada kontras yang tinggi juga disebut dengan kontras resolusi tinggi dan dapat ditentukan dari MTF atau gambaran CT pada phantom (gambar 11-10).

Gambar 11-10

Ketika resolusi kontras tinggi dibandingkan oleh MTF pada 0,1% (lihat gambar 11-4), dikenal dengan resolusi pembatasan (Bushong, 1997).
Resolusi display digambarkan sebagai banyaknya pixel setiap dimensi baik yang vertikal dan horisontal menyangkut ukuran acuan/matriks pada layar monitor atau kertas film. Dahulu, gambar menggunakan ukuran acuan/matriks 80 X 80,128 X 128 dan 256 X 256 (gambar 11-11). Efek ukuran acuan/matriks pada resolusi diatas dijelaskan dalam gambar 11-11.

Gambar 11-11
Sekarang, CT scanner menggunakan ukuran acuan/matriks lebih tinggi bersamaan dengan algoritma belokan terpilih untuk meningkatkan tampilan resolusi (display). CT scanner boleh menggunakan ukuran acuan/matriks rekonstruksi 512 X 512 dengan ukuran pilihan pixel antara 0.06 dan 1 mm. Ketika gambaran ini ditampilkan, pada gambar ukuran acuan/matriks 1024X1024 memudahkan perbedaan menyangkut detail anatomis dan lebih tajam membuat garis demarkasi struktur anatomic dengan kontras tinggi. Scanner yang lain boleh menggunakan suatu ukuran acuan/matriks rekonstruksi 1024 X 1024 dan suatu resolusi tampilan tinggi (1024X1280) untuk memberi suatu resolusi 20 lp/cm.

High-Resolution CT
High-Resolution CT ( HRCT) adalah suatu teknik yang diperkenalkan pada pertengahan tahun 1980an sebagai hasil penemuan penting di dalam memproses CT dan di dalam bidang komputer. Hal ini dikembangkan untuk mengevaluasi penyakit yang menyangkut paru-paru dan "sekarang ini alat noninvasive yang paling akurat untuk evaluasi struktur paru-paru " ( Mayo,1991). Aspek teknis HRCT telah diuraikan oleh sejumlah pekerja, khususnya oleh mayo (1991). HRCT ialah " suatu teknik yang mengoptimalkan spatial resolusi pada scanner konvensional" ( swensen et all,1992).
Batas berkas kolimasi memastikan bahwa irisan / slice tipis dapat diperoleh. Ketebalan irisan (slice thickness) 1.0, 1.5, dan 2.0 mm dibandingkan dengan slice thickness 8 sampai 10 mm pada scanning CT merupakan suatu yang umum. Irisan tipis ini mengurangi artifacts yang disebabkan oleh rata-rata volume parsial. Gambar 11-12 memperlihatkan suatu perbandingan menyangkut derajat tingkat spatial resolusi yang diusahakan oleh dua irisan dari ketebalan yang berbeda .
Gambar 11-12 dan 11-13
Parameter berikutnya yang mengoptimalkan HRCT adalah rekonstruksi algoritma. Kepadatan frekwensi algoritma yang tinggi telah ditunjukkan untuk meningkatkan kepadatan resolusi yang sangat berarti namun terdapat banyak noise (mayo,1991) ( gambar 11-13). Menurut Meziane (1992), bertambahnya noise tidak selalu mempunyai pengaruh terhadap interpretasi dalam scan, meskipun noise dapat mengaburkan perubahan parenchymal yang sulit dipisahkan. Untuk mengurangi noise, frekwensi kepadatan algoritma yang rendah dapat digunakan untuk gambar yang lembut, tetapi algoritma ini tidaklah dapat digunakan dalam HRCT pada bagian otak dan abdomen, di mana kontras subyek tidaklah sama seperti paru-paru ( galvin et al,1992).
Akhirnya, HRCT memerlukan pengurangan ukuran pixel untuk menyediakan suatu peningkatan lebih lanjut dalam spasial resolusi. Hal ini terpenuhi dengan penggunaan suatu Field of View (FOV) yang lebih kecil.

Pixel size = FOV : matrix size (11-13)

Untuk 40 CM FOV pada suatu ukuran acuan/ matriks 512 X 512, ukuran pixelnya adalah 0.78 mm (400mm/512). Jika FOV dikurangi menjadi 20 cm, ukuran pixelnya adalah 0.49 mm; untuk 13cm FOV, ukuran pixel adalah 0.25 mm. Pengurangan ini dikenal sebagai targetting. Dengan retrospektif targetting atau retargetting, "suatu subset pada scan data direkonstruksi lagi pada rekonstruksi grid lebih kecil, dengan demikian meningkatkan spasial resolusi " ( mayo,1991) ( gambar.11-14).
Gambar 11-14

Faktor - faktor teknik untuk HRCT pada umumnya mempunyai range dari 20 kVp, 140 mA sampai 140kVp dan 200 mA, dengan waktu scan antara 2 dan 3 detik (mayo,1991; galvin et al 1992; swensen et al 1992; dan mezine,1992). Jika faktor teknik, terutama mA dan waktu scan, dapat ditingkatkan untuk mengurangi noise didalam gambaran dan hasilnya sesuai dengan peningkatan didalam dosis radiasi kepada pasien.

KONTRAS RESOLUSI
Kontras resolusi rendah, atau resolusi jaringan, adalah kemampuan dari suatu sistem penggambaran untuk mempertunjukkan perubahan kecil di dalam kontras jaringan. Pada CT, kontras resolusi kadang-kadang dikenal sebagai sensitifitas pada sistem (hounsfield,1978). Kontras resolusi dapat juga dinyatakan dalam kaitannya dengan kemampuan atau unit CT ke object gambaran 2 sampai 3 mm dalam ukuran yang sedikit bertukar didalam densitas dari lingkungan yang mana mereka tempatkan (curry et al,1990). Dalam hal ini, memasukkan low-contrast dapat digunakan untuk menjelaskan kontras resolusi pada CT.
Gambar 11-15

Untuk memahami low-contrast resolusi, mempertimbangkan tiga jaringan yang berbeda dari nomor-atom (Z) dan perbedaan densitas( gambar 11-15). Jika jaringan ini digambarkan oleh radiografi konvensional, gambaran yang diperoleh akan menunjukkan kontras yang baik antara tulang dan soft tissue (otot dan lemak) saja. Nilai-Nilai yang menyangkut densitas dan Z untuk otot dan lemak terlalu dekat dan dibedakan oleh radiografi dan itu nampak seperti “bayang-bayang soft tissue”. Kontras antara tulang dengan Z 13.8 dan soft tissue dengan suatu Z 7.4 adalah nyata karena perbedaan yang signifikan antara kepadatan dan Z dua jaringan ini.
Keuntungan CT adalah bahwa kontras resolusi lebih baik daripada radiografi konvensional. CT dapat menggambarkan jaringan dalam densitas dan nomor anatomis. Sedangkan radiografi dapat membeda-bedakan suatu perbedaan densitas sekitar 10% ( curry ET AL,1990), CT dapat mendeteksi perbedaan densitas dari 0.25% sampai 0.5%, tergantung pada scanner (low-contrast resolusi untuk beberapa CT scanner yang populer diperkenalkan di dalam appendix).
Low-Contrast resolusi pada CT mempengaruhi beberapa faktor termasuk fluks photon, slice thickness, ukuran pasien ,sensitivitas pada detector, reconstruksi algorithma, image display, recording, dan noise ( lihat kotak di bawah) ( morgan,1983).

Faktor yang mempengaruhi low-contrast resolution
Photon fluks
Slice thickness
Patient size
Detector sensitivity



Fluks photon tergantung pada kVp, mAs, dan filtrasi berkas cahaya. Faktor-faktor ini mempengaruhi kwantitas dan kualitas photon yang menjangkau detektor tersebut. Sebagai tambahan, ukuran dari pasien mempengaruhi atenuasi pada berkas sinar dan flux photon pada detektor. Sedangkan ditingkatkannya faktor teknik ( kVp dan mAs) meningkatkan fluks photon. Ditingkatkannya filtrasi berkas sinar dan ukuran pasien mengurangi fluks foton karena besarnya atenuasi radiasi. Pada CT, faktor ini dioptimalkan untuk meningkatkan low-contrast resolusi.
Slice thickness juga mempengaruhi low-contrast resolusi. Hal ini dinyatakan di dalam bab 4 bahwa kolimasi adalah satu cara mengalahkan penurunan kontras yang khas pada radiografi konvensional karena terbukanya beam geometry. Di dalam CT, kolimasi mengontrol slice thickness, irisan sangat tipis memerlukan batas kolimasi. Tipe kolimasi jenis ini mengurangi sinar hambur/ tersebar yang menginterupsi detektor dan dengan begitu meningkatkan kontras resolusi. Bagaimanapun, slice thickness meningkat, faktor – faktor teknik harus pula meningkat.
Kepekaan / sensitifitas detektor mempengaruhi kontras resolusi. Di dalam CT detektor harus mampu untuk membedakan perbedaan kecil pada atenuasi sinar x, yang mana diperlukan untuk mengukur perbedaan kecil didalam kontras jaringan lunak (soft tissue) dalam membandingkan sedikitnya 1% ( morgan,1983).
Efek pada rekonstruksi algoritma dalam kontras resolusi adalah dramatis. Pengaruh algoritma frekwensi spasial yang tinggi didalam peningkatan spasial resolusi dapat dibahas ( lihat gambar 11-13). Pada umumnya, frekwensi spasial algoritma yang rendah dapat digunakan untuk gambaran yang lembut/halus, yang mana "bisa meningkatkan perseptibilitas low-contrast luka seperti metastase" (morgan.1983). Sebagai tambahan, algoritma juga bermanfaat untuk gambaran pada bagian otak dan abdomen karena perbedaan didalam kontras subjek sulit dipisahkan (galvin et all,1992). Ukuran layar tampilan (ukuran tampilan) dan jarak pengamatan juga mempengaruhi kontras resolusi. Mccullogh (1977) telah menambahkan catatan bahwa jarak meningkatkan screens, meningkatkan kemampuan yang besar untuk mendeteksi gambaran low-contrast .
Akhirnya, noise mempengaruhi low-contrast resolusi didalam CT. Di dalam hal ini, noise lebih mengacu pada quantum noise. Jika terlalu sedikit photon yang dideteksi, kemudian gambaran nampak seperti "noise" dan low-contrast resolusi diturunkan tingkatannya. Bersama-sama, noise dan kemampuan spasial resolusi mengenai kontras rendah disebut low-contrast resolusi. Dosis radiasi harus ditingkatkan agar photon yang lebih di detektor dapat menghasilkan sinyal lebih kuat.

Contrast detail diagram
Diagram kontras detail (CCD) adalah suatu grafik yang diukur kontras adalah merencanakan pada ordinat sebagai suatu fungsi garis tengah (diameter) yang dapat ditemukan dari obyek, yang direncanakan di absis. Dari grafik, informasi dapat diperoleh keduanya, yaitu kontras yang rendah dan resolusi kontras tinggi pada kontras. Pada kontras 100% ( 1000 ∆CT/HU) batas resolusi (diameter kecil) terjadi (Villafana,1987). Resolusi pada kontras yang rendah dapat ditentukan dari diagram untuk setiap garis tengah(diameter).
"Ketika kontras berkurang, resolusi jatuh/turun. Pada level/tingkatan kontras yang rendah, kurva-kurva cenderung untuk meratakan ke luar (ini dikenal sebagai batas noise)" (Villafana, 1987), diagram kontras detail dapat ditentukan sebagai berikut:
Metode sederhana yang ditentukan CDD, dimana noise membebaskan gambaran yang superposisi di suatu gambaran noise yang asli. Kontras objek kemudian ditentukan, di mana titik baris dari lubang hampir tidak dapat dibedakan di dalam gambaran yang berasal.
Phantom berisi sejumlah angka dari lubang yang sama jauh pada diameter d- antara 64 dan 44 lubang, tergantung pada diameter dan pusat sampai jarak pusat dari 2d. Lubang tersebut diatur /disusun berupa bentuk matriks. Gambaran dari struktur itu dapat dihitung berdasarkan pada fungsi pokok/penting yang tersebar, dengan mana setiap kontras yang diinginkan. Ko, dapat dengan mudah diperoleh. Hasilnya adalah gambaran, Io ( Ko, d ) sebagaimana yang diperoleh dengan phantom asli yang menggambarkan bentuk lubang (eg, suatu plat lubang bor plexiglass).
Suatu gambaran noise, In diperoleh sebagai berikut : dua gambaran transaxial yang diperoleh dari phantom air 20cm kemudian dikurangi untuk menghapus struktur reguler seperti vignetting. Didalam gambaran diferensial, standar deviasi dihitung bidang lingkar pusat sekitar 40 centimeter (noise pixel 6) dan membuat normal / dinormalisir untuk tingkat pada noise σ.
Kontras objek yang dikumpul Ko dari gambaran Io dinormalisir dengan Sk sehingga pola lubang dapat dibedakan didalam gambaran yang diperoleh dari penambahan gambar I = Sk dalam gambaran noise In. Yang dapat dibedakan adalah menggambarkan sebagai kemampuan untuk menghitung 50% dari lubang pada gambar. Ketika kriteria ini dipenuhi, kontras (CT ref = Sk x Ko) yang dihasilkan sebagai sinyal untuk noise pixel. Jadi, dengan demikian kemampuan mendeteksi lubang dengan diameter d tergantung di signal-to-noise. Untuk noise pixel dari suatu mode scan yang terpilih. Kontras CT (d) bahwa dapat hampir tidak dibeda-bedakan kemudian dihasilkan sebagai berikut :
Yang dikenali sebagai di atas. CDD kemudian menentukan banyaknya kombinasi yang mungkin pada kontras dan diameter lubang.
Keuntungan dari metode ini adalah kesederhanaan dimana memberi diameter lubang yang dapat digambarkan dengan tingkatan pada kontras.
Dengan solusi-solusi perpaduan kontras, umumnya sulit disepakati untuk mencapai tingkatan kontras yang diperlukan karena diameter lubang yang diberi.
Suatu CDD dapat dengan cepat ditentukan dengan metode matriks, menggunakan beberapa rekonstruksi-rekonstruksi gambaran dan gambaran superposisional. CDD yang hasilnya dapat dengan mudah ditetapkan oleh pengukuran dari phantom low-contras untuk berbagai kombinasi diameter kontras dan lubang (siemens, 1989).


NOISE PROPERTIES
Pada CT, noise adalah fluktuasi angka-angka CT antara titik-titik di dalam gambaran untuk suatu scan dari material yang seragam / sama seperti air. Noise dapat digambarkan dengan standar deviasi σ nilai-nilai dalam gambaran matriks (pixel-pixel) menggunakan ekspresi yang berikut :
Noise (σ) = √ ∑ (x1- x)2 : n-1 (11-15)

Dimana n adalah nomor total dari pixel didalam daerah, X1 adalah nilai-nilai pixel individu. Jawaban yang dihitung ditandai statistik yang disebar di dalam angka-angka CT yang direkonstruksi.

Noise Level
Noise level itu dapat dinyatakan sebagai suatu persentase dari kontras atau angka CT. Jika 3 adalah standar deviasi untuk suatu unit CT dengan range angka CT ±1000, kemudian noise level menyatakan sebagai suatu persentase dari kontras adalah sebagai berikut :
Noise level (%) = 3/1000 X 100
= 3/10
= 0.3 %
Jadi , 3 units out of 1000 represent 0,3 %

Noise dapat diukur dengan scanning suatu phantom air yang ditempatkan dalam daerah scan dan menghitung rata-rata dan standar deviasi untuk suatu daerah minat (ROI). Noise pixel kemudian adalah scan kVp, slice thickness, ukuran obyek, dan algoritma. Sebagai contoh, pada 210 mAs, 1 scan yang kedua, 10 mm slice, 120 kVp dan suatu algoritma detail yang lembut, noise untuk somatom Plus adalah 2,9 HU (Siemens, 1989).

Source
Noise pada CT sebagian besar berkaitan sebagai berikut (1) nomor dari photon-photon yang dideteksi (kuantum noise), (2) ukuran matriks (ukuran pixel), (3) slice thickness, (4) algoritma, (5) noise elektronik (elektronik detektor); (6) radiasi hambur dan (7) ukuran obyek. Brooks dan Di Chiro (1967) sudah menggambarkan pernyataan / persamaan untuk noise pada CT bahwa menghubungkan beberapa faktor-faktor ini :
σ (µ) α [ B : W3hD]1/2
(11-16)

atau
σ2 α 1 : w3hD
(11-17)

atau
Dα IE : σ 2W3h
(11-18)

Dimana σ adalah standar deviasi, ∂ adalah koefisien atenuasi linier, B adalah atenuasi yang kecil pada pasien, W adalah lebar dari pixel, h adalah ketebalan irisan (slice thickness), D adalah dosis yang diterima, I adalah intensitas di mAs dan E adalah berkas energi di dalam keV.
Persamaan 11-6 menandai sebagai berikut:
1. Jika lebar dari pixel meningkat, noise berkurang, spasial resolusi berkurang.
Gambar 11-16
2. Jika slice thickness meningkat, noise berkurang dan spasial resolus berkurang.
3. Jika dosis meningkat, noise berkurang

Suatu hubungan umum pada noise untuk spasial resolusi dan dosis sudah diberi oleh Riederer et al (1978) sebagai berikut :
σ2 σ 1/N r3 (11-19)
Dimana N adalah banyaknya proton utama (dosis) dan r adalah spasial resolusi. Persamaan ini menunjukkan bahwa untuk memperbaiki spasial resolusi oleh suatu faktor dari 2 saat memelihara / menjaga σ konstan, dosis harus meningkat dengan faktor dari 8.

Gambar 11-17 dan 11-18


LINEARITAS
Linearitas adalah parameter penting lain di kualitas gambar CT karena digunakan dalam evaluasi kinerja CT scanner. Linearitas mengacu pada hubungan angka-angka CT kepada koefisien atenuasi linear obyek yang digambarkan. Ini dapat dicek oleh suatu test kalibrasi secara harian, selama phantom yang sesuai diteliti untuk memastikan bahwa angka-angka CT untuk air dan bahan-bahan yang dikenal dimana phantom itu lain dibuat secara benar. Karakteristik-karakteristik phantom seperti itu disampaikan dalam table 11-1

Ketika gambaran dari phantom itu diperoleh, rerata angka CT dapat direncanakan sebagai suatu fungsi koefisien atenuasi bahan-bahan phantom. Hubungan itu harus suatu garis lurus (gambar 11-19) jika scanner itu bekerja dengan baik (bushong, 1997).
Gambar 11-19

KESERAGAMAN DAERAH LINTANG
Keseragaman angka-angka CT sepanjang scan Field Of View adalah satu indikasi bahwa kinerja gambaran CT scanner bisa diterima. Keseragaman ini mengacu pada nilai-nilai dari pixel didalam rekonstruksi gambar, yang direkonstruksi harus konstan pada setiap titik di dalam gambaran dari phantom yang sesuai.
"Keseragaman daerah-lintang dapat dibuktikan dengan memasukkan lima daerah minat (ROI), yang masing-masing area berjumlah sekitar lima persen dari area total phantom, kedalam phantom air yang berdiameter 20 cm " (siemens, 1989) (gambar 11-20). Deviasi maksimum pada angka-angka CT di pusat dan batas luar harus tanpa lebih besar dari 2 HU.
Gambar 11-20

GAMBARAN ARTEFAK
Artefak dapat menurunkan kualitas gambar dan mempengaruhi detail. Ini dapat menyebabkan permasalahan yang serius untuk radiolog yang menyediakan hasil diagnosa dari gambaran-gambaran yang diperoleh oleh radiografer. Oleh karena itu, radiografer memahami sifat asli pada artefak di CT.
Definisi
Pada umumnya, artefak adalah "suatu penyimpangan atau kesalahan dalam satu gambaran yang tidak berhubungan kepada subjek materi yang sedang dipelajari" (Morgan, 1983). Sebagai contoh, sepasang anting-anting pada pasien akan muncul di gambaran skull selama pemeriksaan CT. Penampilan ini adalah satu kesalahan di dalam gambaran dan tidak memiliki hubungan anatomi di bawah penyelidikan.
Secara rinci, suatu gambaran artefak CT digambarkan sebagai "setiap pertentangan antara angka-angka CT yang direkonstruksi di dalam gambaran dan koefisien atenuasi pada obyek " (hseish, 1995). Definisi ini menyeluruh dan menyiratkan bahwa semua yang menyebabkan pengukuran transmisi yang membaca oleh detektor-detektor itu akan mengakibatkan satu gambaran artefak. Karena angka-angka CT menunjukkan bayangan keabu-abuan pada gambar, pengukuran yang salah akan menghasilkan angka CT yang salah bahwa tidak menunjukkan koefisien atenuasi pada obyek. Error / kesalahan ini mengakibatkan berbagai artefak-artefak yang akan mempengaruhi penampilan dari gambaran CT.
Sumber
Pada CT, artefak yang berasal dari sejumlah sumber termasuk pasien, gambaran memproses diri sendiri, dan permasalahan yang berkaitan dengan peralatan seperti mal function atau cacat/ketidaksempurnaan.
Pasien-pasien yang noncooperative dan melakukan pergerakan selama pemeriksaan akan menyebabkan gambaran artefak. Koreksi-koreksi dari data selama akuisisi termasuk prosedur kalibrasi dan proses sebelum dan sesudah dalam mengoperasikan (hsieh, 1995). Permasalahan peralatan berasal dari sistem elektronik, mekanik dan algoritma komputer. Sebagai tambahan, faktor kecerobohan dari radiografer, seperti posisi pasien yang tidak seharusnya pada FOV akan mengakibatkan gambaran artefak.

Tipe-tipe dan penyebabnya
Artefak-artefak di CT dapat digolongkan menurut penyebab dan penampilan. Di dalam penggolongan artefak berdasarkan pada penampilan didalam gambaran. Hsieh (1995) mengidentifikasi 4 kategori utama termasuk lapisan-lapisan, bayangan-bayangan, cincin, dan bands dan "micellaneous" faktor-faktor seperti pola-pola (gambar11-21).
Gambar 11-21

Lapisan artefak bisa terlihat sebagai noise kuat, scanning spiral/helical, dan kegagalan atau cacat/ketidaksempurnaan dalam mekanis. Bayangan artefak-artefak sering kali muncul dekat object dari densitas yang tinggi dan dapat disebabkan oleh pemadatan berkas cahaya, pemerataan volume parsial, scanning spiral/helical, radiasi hambur, radiasi focal tertutup, dan proyeksi-proyeksi tidak sempurna. Rings dan bands disebabkan oleh detektor yang buruk/jelek pada generasi ketiga CT scanner (Hsieh, 1995, 1998) (gambar 11-22).

Gambar 11-22

Artefak Secara Umum Dan Teknik Koreksi
Artefak Gerakan Pasien
Gerakan pasien dapat tanpa disengaja atau disengaja. Gerakan sengaja adalah secara langsung dikendalikan oleh pasien, seperti menelan atau gerakan pernapasan. Gerakan tidak sengaja bukanlah di bawah kendali langsung dari pasien, seperti gerak peristaltik dan berhubungan dengan jantung (gambar 11-22). Kedua gerakan tersebut, gerakan tanpa disengaja dan yang sengaja kelihatan sebagai lapisan-lapisan yang biasanya menurut garis singgung / tangen pada tepi-tepi kontras yang tinggi dari menggerakkan bagian. Tambahan pula, gerakan dari artefak dapat diciptakan dari pergerakkan kontras oral di dalam traktus gastrointestinal.
Penampilan dari lapisan diakibatkan oleh kemampuan rekonstruksi algoritma yang berhubungan dengan data inconsistencitas dalam atenuasi voxel yang timbul dari tepi dalam menggerakkan bagian. Komputer mempunyai pekerjaan yang sulit dalam mengikuti lokasi / tempat voxel.
Ada beberapa metode untuk mengurangi CT artefak dari gerakan. Untuk gerakan-gerakan pasien seperti bernafas dan menelan, penting untuk pasien mobilisasi dan membantu untuk membuat mereka nyaman dan memastikan bahwa pasien memahami pentingnya mengikuti instruksi selama scanning. Teknik gerakan untuk mengurangi artefak adalah menggunakan waktu scan yang pendek pada pemeriksaan. Koreksi gerakan dapat terpenuhi dengan software. Pabrik CT Shimadzu menggunakan koreksi pergerakan artefak real-time (MAC) software untuk mengurangi efek lapisan pada gambaran CT (gambar 11-23), dental, bedah dan electrode-electrode yang mengakibatkan artefak-artefak lapisan di image(gambar 11-24).

Gambar 11-23 Gambar 11-24
Pembuatan artefak dan metode koreksi yang digambarkan pada 11-25. Seperti yang ditunjukkan di dalam gambar 11-25, bahan logam yang meyerap radiasi, mengakibatkan profil-profil proyeksi yang tidak sempurna. Kehilangan informasi mengarah pada penampilan dari bintang khas membentuk lapisan-lapisan.
Artefak logam dapat dikurangi dengan memindah logam external dari pasien. Software seperti pengurangan program artefak-artefak logam (MAR) dapat juga digunakan untuk melengkapi profil yang tidak sempurna melalui interpolasi (gambar 11-25). Prosedur itu digambarkan oleh Felsenberg dan rekan kerjanya (1988) sebagai berikut :
1. Akusisi dan ruang simpan dari data mentah
2. Rekonstruksi suatu gambaran CT
3. Gambaran kasar dengan suatu pena yang ringan oleh pemeriksa
4. Definisi otomatis dalam data proyeksi. Untuk masing-masing proyeksi yang mengatur tube atau sistem detektor secara otomatis digambarkan di dalam ROI yang diberi oleh pemakaian nilai-ambang
5. Interpolasi linear dari data proyeksi yang hilang
6. Rekonstruksi artefak untuk mengurangi gambaran dari data proyeksi yang baru saja dihitung.
Gambar 11-25

Gambar 11-26

Seperti ukuran object meningkat, tenaga rata-rata di sebelah kanan karena energi foton yang lebih rendah diserap sebagai berkas cahaya melalui obyek. Sebagai hasilnya, angka-angka CT dari perubahan struktur yang tertentu, menciptakan artefak (joseph dan ruth, 1997). Tambahan pula, pemadatan berkas cahaya dapat terjadi ketika berkas cahaya radiasi mempunyai panjang lintasan yang berbeda (gambar 11-27).
Gambar 11-27
Gambar 11-27 menunjukkan suatu lintasan yang panjang dan pendek, yang keduanya mengakibatkan pemadatan berkas cahaya. Sedikitnya ada koreksi pemadatan berkas cahaya, profil intensitas yang relatif mengubah dari A ke A'. Secara rinci, perubahan ini menghasilkan artefak-artefak pemadatan berkas cahaya dari error / kesalahan angka CT dari batas luar ke pusat dari FOV.
Perubahan ini, pada angka-angka CT mengakibatkan artefak pemadatan berkas cahaya, yang kelihatan sebagai lapisan gelap yang luas/lebar. Hal ini dikenal sebagai "cupping" artefak-artefak (gambar 11-29). Nomor CT bersifat lebih tinggi di batas luar dan menurun pada pusat gambar.
Gambar 11-29

Artefak-artefak volume Parsial
Kalkulasi angka CT berdasarkan pada koefisien atenuasi linear untuk suatu voxel dari jaringan/tissue. Jika voxel hanya berisi satu jenis jaringan, kalkulasi itu tidak akan menjadi masalah. Sebagai contoh, jika jaringan/tissue didalam voxel itu adalah tulang tebal/padat, nomor CT dihitung pada 1000. Jika voxel berisi 3 jaringan/tisu yang serupa di mana angka-angka CT bersifat menutup bersama-sama sebagai contoh, darah (CT jumlah).
Pemerataan volume parsial dapat mengarah kepada efek volume parsial dan artefak volume parsial (gambar 11-30).
gambar 11-30
Pada gambar 11-30, detektor mengukur transmisi melalui tulang dan angka CT yang benar untuk tulang yang dihitung dari pengukuran transmisi. Detektor mengukur sinar-x yang dipancarkan dari tulang dan udara dan suatu nomor CT adalah jumlah pada dua tipe tersebut. Secara mathematically, kedua intensitas I1 dan I2 diukur sebagai I1 + I2, tetapi bagi kalkulasi yang akurat angka CT .
Jika In I1 + I2 digunakan untuk mengkalkulasi nomor CT, lalu ketidaktepatan terjadi :

In I1 + I2 ≠ In I1 + In I2

Ketidaktepatan ini menghasilkan artefak volume parsial didalam gambar, yang kelihatan sebagai lapisan (gambar 11-31)
Gambar 11-31
Artefak volume parsial dapat dikurangi dengan irisan yang lebih kecil dan algoritma komputer. Hsieh (1995) merekomendasikan metode yang pertama (gambar 11-32). Dengan 2 irisan, nomor CT yang benar dapat dihitung dari summing logaritma pada intensitas dari masing-masing slice, In I1 + In I2 (not In I1 + I2 ).

Gambar 11-32

Teknik pengurangan volume artefak (VAR) dapat juga mengurangi artefak volume parsial (gambar 11-33). Pada gambar, 8 mm slice berisi tulang dan soft tissue yang dibagi menjadi 4 dirata-rata untuk menghasilkan suatu gabungan 8 mm slice gambaran bebas dari artefak volume parsial (hupke, 1990).
Gambar 11-33





Peralatan Termasuk Artifak
Tambahan pula, detektor buruk/jelek dapat menciptakan daerah artefak. Barnes dan lakshminarayanan (1989) sebagai berikut :
”Alasan memakai cincin / ring adalah bahwa selama perputaran tabung sinar-X dan detektor array, sinar yang diukur oleh suatu detektor yang diberi adalah garis singgung lingkaran. Jika suatu detektor mempunyai satu perbedaan offset atau keuntungan dari 0,1 % dengan detektor yang berdekatan, artefak lingkar akan ada dalam gambar. Seperti artefak yang menunjukkan bahwa detektor pada generasi ke-4 tidak mengakibatkan suatu artefak yang nyata karena masing-masing detektor memperoleh suatu pandangan dan data yang tidak tersebar pada gambar. Juga, detektor ke detektor jarang membuat masalah pada generasi ke empat karena detektor itu dikalibrasi dalam keadaan scan”.
Untuk mengoreksi ring artefak pada generasi ketiga, detektor jelek/buruk atau yang pertama kali harus ditempatkan dan sesudah itu dikalibrasi kembali. Tambahan pula, artefak ini dapat dihapuskan dengan software seperti penyeimbangan algoritma, yang akan mengoreksi data mentah selama akusisi. Solusi pada masalah ini memerlukan pemakaian sampling, dimana bagian yang diproduksi titik benda di dalam pasien, frekuensi sampling fA (banyaknya rays/cm di dalam fan beam) sedikitnya dua kali obyek yang paling kecil untuk discan (banyaknya titik benda yang terpisah /cm dan pengaturan jarak antara poin-poin).
Secara matematika, ini dapat dinyatakan sebagai berikut :

FA ≥ 2fO

Pada kriteria diatas atau kriteria Nyquist, tidak dijumpai, kemudian artefak (lapisan-lapisan) diakibatkan oleh nomor yang tidak cukup dari sampel yang tersedia atau rekonstruksi gambar (gambar 11-36).

Gambar 11-36
Jika fA adalah kurang dari atau sama dengan fO, aliasing terjadi. Artefak akan dapat tumbuh dari view yang tidak cukup untuk rekonstruksi gambar (gambar 11-37). Pada gambar 11-37 menunjukkan bahwa phantom yang sudah discan dengan separuh nomor yang normal dari view (hsieh, 1999).
Gambar 11-37
Berbagai metode tersedia untuk memperkecil aliasing artefak. Dalam beberapa kasus banyaknya view atau nomor dari sinar dapat ditingkatkan (gambar 11-38). Suatu filter belokan dapat juga digunakan untuk gambaran dan dapat memperbaiki penampilannya.
Gambar 11-38
noise induced artifacts
Noise dipengaruhi oleh banyaknya photon bahwa detektor sebagai hasil posisi pasien yang lemah dalam Scan Field Of View (SFOV).
Noise dan sinyal detektor yang lebih kuat, sedangkan sedikit photon (photon starvation) mengakibatkan lebih banyak noise dan sinyal detektor yang lebih lemah (gambar 11-39), photon yang dikurangi (noise yang ditingkatkan) akan mengarah kepada lapisan artefak lapisan seperti yang ditunjukkan di dalam gambar.
Gambar 11-39

Radiografer perlu mengoptimalkan posisi pasien, kecepatan scan, dan teknik faktor expose terus menerus mengukur sinar x pada masing-masing proyeksi. Dengan memilih channel yang berperan untuk lapisan artefak dan dengan bermacam-macam derajat tingkatan tentang smoothing berdasar pada level sinyal noise, sasaran secara bersamaan untuk mengurangi lapisan artefak di dalam gambar dan memelihara spasial resolusi pada sistem agar bisa tercapai (hsieh, 1998).

Kualitas gambar
Pada spiral/helical CT
CT scanning dalam geometry spiral/helical dapat juga mengarah kepada lapisan dan bayangan artefak. Kalender (1995) mencatat bahwa beberapa karakteristik artefak CT konvensional "menjelma diri mereka di dalam wujud yang sama" untuk spiral/helical CT (eg pemadatan berkas cahaya dan sampling artefak). Bagaimanapun juga, pengaruh pergerakan pasien sudah dapat diperkecil di spiral/helical karena waktu scan subsecond, dan artefak gerakan meja telah dikoreksi dengan interpolasi.
Artefak volume parsial diutamakan di spiral/helical CT karena penurunan profil sensitifitas slice. Artefak dapat dikurangi dengan slice yang tipis, suatu pitch dari 1 dan 180 algoritma derajat tingkat. Bagaimanapun, rekonstruksi gambar dan summing slice yang tipis adalah waktu consuming. Scan berulang seolah-olah scan tebal tetapi dengan signifikan mengurangi artefak volume parsial. Karena hanya gambaran klinis yang perlu direkonstruksi, rekonstruksi itu dapat secara prospektif direncanakan seolah-olah scan itu sedang dilaksanakan dengan slice thickness yang dibatasi beberapa kali bahwa slice thickness yang nyata sedang digunakan (heuscher dan Vembar, 1999).
Artefak dapat juga berasal dari CT angiography dengan 3D dan tampilan proyeksi intensitas maksimum (MIP). Didalam gambaran MIP, artefak kelihatan sebagai strip horizontal gelap dan yang terang dan disebut "artefak-artefak zebra" (hsieh, 1997). Jalur diakibatkan oleh ketidaksamaan dari noise. Artefak zebra dapat dikurangi dengan noise yang diperbaiki di dalam gambaran yang direkonstruksi melalui scanning atau pengolahan citra.
Akhirnya, hsieh (1999) menggolongkan artefak yang digambarkannya sebagai miscellaneous (lain) seperti pola Moire.

QUALITY CONTROL
QC adalah satu bagian integral dari pengujian peralatan dan program pemeliharaan di Rumah sakit. QC memastikan kinerja yang optimal dari CT scanner melalui suatu rangkaian dari test-test yang sehari-hari, tahunan dan bulanan untuk spasial resolusi, kontras resolusi, noise , lebar slice kVp bentuk gelombang, rata-rata nomor CT dari air, standar deviasi pada angka CT dalam radiasi hambur dan air dan kebocoran. Test ini melembagakan suatu QC yang umum memprogram CT scanner.

sumber :  http://radiologi-indonesia.blogspot.com/2009/03/kualitas-gambar_23.html

Jumat, 07 Juni 2013

Efek Radiasi Terhadap Manusia

0 komentar
Jika radiasi mengenai tubuh manusia, ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi: berinteraksi dengan tubuh manusia, atau hanya melewati saja. Jika berinteraksi, radiasi dapat mengionisasi atau dapat pula mengeksitasi atom. Setiap terjadi proses ionisasi atau eksitasi, radiasi akan kehilangan sebagian energinya. Energi radiasi yang hilang akan menyebabkan peningkatan temperatur (panas) pada bahan (atom) yang berinteraksi dengan radiasi tersebut. Dengan kata lain, semua energi radiasi yang terserap di jaringan biologis akan muncul sebagai panas melalui peningkatan vibrasi (getaran) atom dan struktur molekul. Ini merupakan awal dari perubahan kimiawi yang kemudian dapat mengakibatkan efek biologis yang merugikan.
Satuan dasar dari jaringan biologis adalah sel. Sel mempunyai inti sel yang merupakan pusat pengontrol sel. Sel terdiri dari 80% air dan 20% senyawa biologis kompleks. Jika radiasi pengion menembus jaringan, maka dapat mengakibatkan terjadinya ionisasi dan menghasilkan radikal bebas, misalnya radikal bebas hidroksil (OH), yang terdiri dari atom oksigen dan atom hidrogen. Secara kimia, radikal bebas sangat reaktif dan dapat mengubah molekul-molekul penting dalam sel.
DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan salah satu molekul yang terdapat di inti sel, berperan untuk mengontrol struktur dan fungsi sel serta menggandakan dirinya sendiri.
Setidaknya ada dua cara bagaimana radiasi dapat mengakibatkan kerusakan pada sel. Pertama, radiasi dapat mengionisasi langsung molekul DNA sehingga terjadi perubahan kimiawi pada DNA. Kedua, perubahan kimiawi pada DNA terjadi secara tidak langsung, yaitu jika DNA berinteraksi dengan radikal bebas hidroksil. Terjadinya perubahan kimiawi pada DNA tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat menyebabkan efek biologis yang merugikan, misalnya timbulnya kanker maupun kelainan genetik.
Pada dosis rendah, misalnya dosis radiasi latar belakang yang kita terima sehari-hari, sel dapat memulihkan dirinya sendiri dengan sangat cepat. Pada dosis lebih tinggi (hingga 1 Sv), ada kemungkinan sel tidak dapat memulihkan dirinya sendiri, sehingga sel akan mengalami kerusakan permanen atau mati. Sel yang mati relatif tidak berbahaya karena akan diganti dengan sel baru. Sel yang mengalami kerusakan permanen dapat menghasilkan sel yang abnormal ketika sel yang rusak tersebut membelah diri. Sel yang abnormal inilah yang akan meningkatkan risiko tejadinya kanker pada manusia akibat radiasi.
Efek radiasi terhadap tubuh manusia bergantung pada seberapa banyak dosis yang diberikan, dan bergantung pula pada lajunya; apakah diberikan secara akut (dalam jangka waktu seketika) atau secara gradual (sedikit demi sedikit).
Sebagai contoh, radiasi gamma dengan dosis 2 Sv (200 rem) yang diberikan pada seluruh tubuh dalam waktu 30 menit akan menyebabkan pusing dan muntah-muntah pada beberapa persen manusia yang terkena dosis tersebut, dan kemungkinan satu persen akan meninggal dalam waktu satu atau dua bulan kemudian. Untuk dosis yang sama tetapi diberikan dalam rentang waktu satu bulan atau lebih, efek sindroma radiasi akut tersebut tidak terjadi.
Contoh lain, dosis radiasi akut sebesar 3,5 – 4 Sv (350 – 400 rem) yang diberikan seluruh tubuh akan menyebabkan kematian sekitar 50% dari mereka yang mendapat radiasi dalam waktu 30 hari kemudian. Sebaliknya, dosis yang sama yang diberikan secara merata dalam waktu satu tahun tidak menimbulkan akibat yang sama.
Selain bergantung pada jumlah dan laju dosis, setiap organ tubuh mempunyai kepekaan yang berlainan terhadap radiasi, sehingga efek yang ditimbulkan radiasi juga akan berbeda.
Sebagai contoh, dosis terserap 5 Gy atau lebih yang diberikan secara sekaligus pada seluruh tubuh dan tidak langsung mendapat perawatan medis, akan dapat mengakibatkan kematian karena terjadinya kerusakan sumsum tulang belakang serta saluran pernapasan dan pencernaan. Jika segera dilakukan perawatan medis, jiwa seseorang yang mendapat dosis terserap 5 Gy tersebut mungkin dapat diselamatkan. Namun, jika dosis terserapnya mencapai 50 Gy, jiwanya tidak mungkin diselamatkan lagi, walaupun ia segera mendapatkan perawatan medis.
Jika dosis terserap 5 Gy tersebut diberikan secara sekaligus ke organ tertentu saja (tidak ke seluruh tubuh), kemungkinan besar tidak akan berakibat fatal. Sebagai contoh, dosis terserap 5 Gy yang diberikan sekaligus ke kulit akan menyebabkan eritema. Contoh lain, dosis yang sama jika diberikan ke organ reproduksi akan menyebabkan mandul.
Efek radiasi yang langsung terlihat ini disebut Efek Deterministik. Efek ini hanya muncul jika dosis radiasinya melebihi suatu batas tertentu, disebut Dosis Ambang.
Efek deterministik bisa juga terjadi dalam jangka waktu yang agak lama setelah terkena radiasi, dan umumnya tidak berakibat fatal. Sebagai contoh, katarak dan kerusakan kulit dapat terjadi dalam waktu beberapa minggu setelah terkena dosis radiasi 5 Sv atau lebih.
Jika dosisnya rendah, atau diberikan dalam jangka waktu yang lama (tidak sekaligus), kemungkinan besar sel-sel tubuh akan memperbaiki dirinya sendiri sehingga tubuh tidak menampakkan tanda-tanda bekas terkena radiasi. Namun demikian, bisa saja sel-sel tubuh sebenarnya mengalami kerusakan, dan akibat kerusakan tersebut baru muncul dalam jangka waktu yang sangat lama (mungkin berpuluh-puluh tahun kemudian), dikenal juga sebagai periode laten. Efek radiasi yang tidak langsung terlihat ini disebut Efek Stokastik.
Efek stokastik ini tidak dapat dipastikan akan terjadi, namun probabilitas terjadinya akan semakin besar apabila dosisnya juga bertambah besar dan dosisnya diberikan dalam jangka waktu seketika. Efek stokastik ini mengacu pada penundaan antara saat pemaparan radiasi dan saat penampakan efek yang terjadi akibat pemaparan tersebut. Kecuali untuk leukimia yang dapat berkembang dalam waktu 2 tahun, efek pemaparan radiasi tidak memperlihatkan efek apapun dalam waktu 20 tahun atau lebih.
Salah satu penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kanker. Penyebab sebenarnya dari penyakit kanker tetap tidak diketahui. Selain dapat disebabkan oleh radiasi pengion, kanker dapat pula disebabkan oleh zat-zat lain, disebut zat karsinogen, misalnya asap rokok, asbes dan ultraviolet. Dalam kurun waktu sebelum periode laten berakhir, korban dapat meninggal karena penyebab lain. Karena lamanya periode laten ini, seseorang yang masih hidup bertahun-tahun setelah menerima paparan radiasi ada kemungkinan menerima tambahan zat-zat karsinogen dalam kurun waktu tersebut. Oleh karena itu, jika suatu saat timbul kanker, maka kanker tersebut dapat disebabkan oleh zat-zat karsinogen, bukan hanya disebabkan oleh radiasi.

Pengertian Radiasi

0 komentar
Radiasi adalah setiap proses di mana energi bergerak melalui media atau melalui ruang, dan akhirnya diserap oleh benda lain. Orang awam sering menghubungkan kata radiasi ionisasi (misalnya, sebagaimana terjadi pada senjata nuklir, reaktor nuklir, dan zat radioaktif), tetapi juga dapat merujuk kepada radiasi elektromagnetik (yaitu, gelombang radio, cahaya inframerah, cahaya tampak, sinar ultra violet, dan X-ray), radiasi akustik, atau untuk proses lain yang lebih jelas. Apa yang membuat radiasi adalah bahwa energi memancarkan (yaitu, bergerak ke luar dalam garis lurus ke segala arah) dari suatu sumber. geometri ini secara alami mengarah pada sistem pengukuran dan unit fisik yang sama berlaku untuk semua jenis radiasi.

Dengan adanya kemajuan IPTEK membuat manusia untuk menghasilkan berbagai alternative pengobatan salah satunya menggunakan radiasi sinar pada beberapa penyakit. Seiring dengan perkembangan zaman, para tenaga medis lebih meningkatkan penggunaan radiasi sinar untuk proses medical. Namun ditemui banyak kasus ditemui bahwa banyak terjadi penyakit akibat kerja, yang notabenenya disebabkan oleh factor kelalaian. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi sinar sebanding dengan penyakit yang proses penyembuhannya menggunakan radiasi sinar. Oleh karena itu hal inilah yang melatarbelakangi kami untuk melakukan identifikasin terhadap ”Penyakit Akibat Radiasi Sinar Infra Red  dan X-Ray bagi Kesehatan”.

sumber :  http://www.infobelajar.com/2013/01/pengertian-radiasi.html

Senin, 03 Juni 2013

8 HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN MUSLIMAH

0 komentar
kebanyakan saudari muslimah secara tidak sadar atau karena belum tahu hukumnya dalam islam, melakukan hal-hal yang tidak sesuai syariat islam. Hal-hal yang dilarang keras bahkan pelakunya diancam siksaan yang pedih. Padahal Allah sudah memberikan tuntunan dan peringatan serta balasan atas perbuatan yang dilakukan.
  1. Kewajiban memakai Jilbab
    Masih saja ada yang menanyakan(menyangsikan) kewajiban berjilbab. Padahal dasar hukumnya sudah jelas yaitu:
    • Surat Al-Ahzab ayat 59 (33:59)

      Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan hijab keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebihi mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

    • Surat An-Nuur: ayat 31 (24:31)
      Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasanny, kecuali yang biasa tampak padanya. Dan hendaklah mereka menutup kain kudung kedadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putri mereka atau putra-putri suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau buda-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang beriman supaya kamu beruntung ”

      “(Ini adalah) satu surat yang kami turunkan dan kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya”. (An-Nuur:1)

      Ayat pertama Surat An-Nuur yang mendahului ayat-ayat yang lain. Yang berarti hukum-hukum yang berada di surat itu wajib hukumnya.

    • Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya:
      “Janganlah kaum wanita menampakkan sedikitpun dari perhiasan mereka kepada pria-pria ajnabi (yang bukan mahram/halal nikah), kecuali yang tidak mungkin disembunyikan.”

    • Ibnu Masud berkata : Misalnya selendang dan kain lainnya. “Maksudnya adalah kain kudung yang biasa dikenakan oleh wanita Arab di atas pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang tampak, maka itu bukan dosa baginya, karena tidak mungkin disembunyikan.”

    • Al-Qurthubi berkata: Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya :
      “Wahai Asma ! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.” Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Semoga Allah memberi Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya.”

    • Juga berdasarkan sabda Nabi shalallohu 'alahi wa sallam:
      “Ada tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki-laki yang meninggalkan jamaah kaum muslimin dan mendurhakai imamnya (penguasa) serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita atau laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan ditanya.” (Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad).
      Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki. (Fathul Bayan VII/19).

    Masihkah menyangsikan kewajiban mamakai Jilbab?

  2. Menggunjing, Gosip = Ghibah
    Maaf saudari muslimah, ini juga sangat2 sering dilakukan tanpa sadar. Begitu saja terjadi dan tiak terasa bahwa itu salah satu dosa, karena begitu biasanya. Definisi ghibah dapat kita lihat dalam hadits Rasulullah berikut ini:

    “Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Si penanya kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?” Rasulullah menjawab, “kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).

    Berdasarkan hadits di atas telah jelas bahwa definisi ghibah yaitu menceritakan tentang diri saudara kita sesuatu yang ia benci meskipun hal itu benar. Ini berarti kita menceritakan dan menyebarluaskan keburukan dan aib saudara kita kepada orang lain. Allah sangat membenci perbuatan ini dan mengibaratkan pelaku ghibah seperti seseorang yang memakan bangkai saudaranya sendiri. Allah berfirman:

    ” Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)
  3. Menjaga Suara
    Suara empuk dan tawa canda seorang wanita terlalu sering kita dengarkan di sekitar kita, baik secara langsung atau lewat radio dan televisi. Terlebih lagi bila wanita itu berprofesi sebagai penyiar atau MC karena memang termasuk modal utamanya adalah suara yang indah dan merdu. Begitu mudahnya wanita memperdengarkan suaranya yang bak buluh perindu, tanpa ada rasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Padahal Dia telah memperingatkan:

    “Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.” (Al Ahzab: 32)

    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah bersabda : “Wanita itu adalah aurat, apabila ia keluar rumah maka syaitan menghias-hiasinya (membuat indah dalam pandangan laki-laki sehingga ia terfitnah)”. (HR. At Tirmidzi, dishahihkan dengan syarat Muslim oleh Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi`i dalam Ash Shahihul Musnad, 2/36).
    Sebagai muslimah harus menjaga suara saat berbicara dalam batas kewajaran bukan sengaja dibikin mendesah-desah, mendayu-dayu, merayu, dan semisalnya. Wallahu a’lam

  4. Mencukur alis mata
    Abdullah bin Mas'ud RadhiyAllohu 'anhu, dia berkata :

    "Alloh Subhanahu wa Ta’ala melaknat wanita yang mencukur alisnya dan wanita yang minta dicukurkan alisnya, wanita yang minta direnggangkan giginya untuk mempercantik diri, yang mereka semua merubah ciptaan Alloh".

    Mencukur alis atau menipiskannya, baik dilakukan oleh wanita yang belum menikah atau sudah menikah, dengan alasan mempercantik diri untuk suami atau lainnya tetap diharamkan, sekalipun disetujui oleh suaminya. Karena yang demikian termasuk merubah penciptaan Allah yang telah menciptakannya dalam bentuk yang sebaik- baiknya. Dan telah datang ancaman yang keras serta laknat bagi pelakunya. Ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.

  5. Memakai Wangi-wangian
    Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasannya ia berkata: Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam bersabda:

    “Siapapun wanita yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (Al-Hakim II/396 dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).

    Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda shalallohu 'alahi wa sallam:

    “Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid, maka jangan sekali-kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian.” (Muslim dan Abu Awanah).

    Dari Musa bin Yasar dari Abu Hurairah: Bahwa seorang wanita berpapasan dengannya dan bau wewangian tercium olehnya. Maka Abu Hurairah berkata :

    Wahai hamba Allah ! Apakah kamu hendak ke masjid ? Ia menjawab : Ya. Abu Hurairah kemudian berkata : Pulanglah saja, lalu mandilah ! karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda : “Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangian menghembus maka Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi.” (Al-Baihaqi III/133).

    Alasan pelarangannya sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Ibnu Daqiq Al-Id berkata :

    “Hadits tersebut menunjukkan haramnya memakai wewangian bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat membangkitkan nafsu birahi kaum laki-laki” (Al-Munawi : Fidhul Qadhir).

    Syaikh Albani mengatakan: Jika hal itu saja diharamkan bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, lalu apa hukumnya bagi yang hendak menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya ? Tidak diragukan lagi bahwa hal itu jauh lebih haram dan lebih besar dosanya. Berkata Al-Haitsami dalam AZ-Zawajir II/37

    “Bahwa keluarnya seorang wanita dari rumahnya dengan memakai wewangian dan berhias adalah termasuk perbuatan dosa besar meskipun suaminya mengizinkan”. Selanjutnya tentang pakaian seorang muslimah. Fenomena jilbab sangat bagus saat ini, tetapi sangat disayangkan dalam pelaksanaannya masih jauh dari yang disyariatkan, jilbab gaul istilahnya.

    6. Memakai Pakaian transparan dan membentuk tubuh/ketat

    Sebab yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali tidak trasparan. Jika transparan, maka hanya akan mengundang fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah telah bersabda :

    “Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang terkutuk.” (At-Thabrani Al-Mujamusshaghir : 232).

    Di dalam hadits lain terdapat tambahan yaitu :
    “Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian.” (HR.Muslim).

    Ibnu Abdil Barr berkata :
    “Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dans tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang.” ( Tanwirul Hawalik III/103).

    Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawsanya Umar bin Al-Khattab pernah memakai baju Qibtiyah (jenis pakaian dari Mesir yang tipis dan berwarna putih) kemudian Umar berkata :

    “Jangan kamu pakaikan baju ini untuk istri-istrimu !. Seseorang kemudian bertanya : Wahai Amirul Muminin, Telah saya pakaikan itu kepada istriku dan telah aku lihat di rumah dari arah depan maupun belakang, namun aku tidak melihatnya sebagai pakaian yang tipis !. Maka Umar menjawab : Sekalipun tidak tipis,namun ia menggambarkan lekuk tubuh.” (H.R. Al-Baihaqi II/234-235).

    Usamah bin Zaid pernah berkata: Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam pernah memberiku baju Qibtiyah yang tebal yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku: “Mengapa kamu tidak mengenakan baju Qibtiyah ?” Aku menjawab : Aku pakaikan baju itu pada istriku. Nabi lalu bersabda :

    “Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Qibtiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya.” (Ad-Dhiya Al-Maqdisi : Al-Hadits Al-Mukhtarah I/441).

    Aisyah pernah berkata:
    ” Seorang wanita dalam shalat harus mengenakan tiga pakaian : Baju, jilbab dan khimar. Adalah Aisyah pernah mengulurkan izar-nya (pakaian sejenis jubah) dan berjilbab dengannya (Ibnu Sad VIII/71).

    Pendapat yang senada juga dikatakan oleh Ibnu Umar : Jika seorang wanita menunaikan shalat, maka ia harus mengenakan seluruh pakainnya :
    Baju, khimar dan milhafah (mantel)” (Ibnu Abi Syaibah: Al-Mushannaf II:26/1).

    7. Memakai Pakaian menyerupai pakaian Laki-laki

    Karena ada beberapa hadits shahih yang melaknat wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria, baik dalam hal pakaian maupun lainnya. Dari Abu Hurairah berkata:

    “Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria” (Al-Hakim IV/19 disepakati oleh Adz-Dzahabi).

    Dari Abdullah bin Amru yang berkata: Saya mendengar Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam bersabda:
    “Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita.” (Ahmad II/199-200)
    Dari Ibnu Abbas yang berkata: Nabi shalallohu 'alahi wa sallam melaknat kaum pria yang bertingkah kewanita-wanitaan dan kaum wanita yang bertingkah kelaki-lakian. Beliau bersabda :
    “Keluarkan mereka dari rumah kalian. Nabi pun mengeluarkan si fulan dan Umar juga mengeluarkan si fulan.”

    Dalam lafadz lain :
    “Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria.” (Al-Bukhari X/273-274).
    Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah shalallohu 'alahi wa sallam bersabda:
    “Tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan memandang mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah kelaki-lakian dan menyerupakan diri dengan laki-laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu).” ( Al-Hakim I/72 dan IV/146-147 disepakati Adz-Dzahabi).
    Dalam hadits-hadits ini terkandung petunjuk yang jelas mengenai diharamkannya tindakan wanita menyerupai kaum pria, begitu pula sebaiknya. Ini bersifat umum, meliputi masalah pakaian dan lainnya, kecuali hadits yang pertama yang hanya menyebutkan hukum dalam masalah pakaian saja.

    8. Memakai Pakaian menyerupai pakaian Wanita Kafir

    Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakain khas mereka. Dalilnya Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya :

    “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik(Al-Hadid:16).”
    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya:
    “Janganlah mereka seperti...” merupakan larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka, di samping merupakan larangan khusus dari tindakan menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan (Al-Iqtidha... hal. 43).
    Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat ini (IV/310): Karena itu Allah Subhanahu Wa Ta'ala melarang orang-orang beriman menyerupai mereka dalam perkara-perkara pokok maupun cabang. Allah berfirman : Artinya:
    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad).“Raaina” tetapi katakanlah “Unzhurna” dan dengarlah. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih” (Q.S. Al-baqarah:104).
    Lebih lanjut Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (I/148): Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mnyerupai ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orang-orang kafir. Sebab, orang-orang Yahudi suka menggunakan plesetan kata dengan tujuan mengejek.

    Jika mereka ingin mengatakan “Dengarlah kami” mereka mengatakan “Raaina” sebagai plesetan kata “ruunah” (artinya ketotolan) sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 46. Allah juga telah memberi tahukan dalam surat Al-Mujadalah ayat 22, bahwa tidak ada seorang mu’min yang mencintai orang-orang kafir. Barangsiapa yang mencintai orang-orang kafir, maka ia bukan orang mu’min, sedangkan tindakan menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan.
    sumber :  http://coliq.web.ugm.ac.id/index.php?menu=artdet&art=196&nm=Religi&t=8%20Hal%20Yang%20Perlu%20di%20Perhatikan%20Muslimah%20%28bag%20II%29

    http://coliq.web.ugm.ac.id/?menu=artdet&art=194&nm=Religi&t=8%20Hal%20Yang%20Perlu%20di%20Perhatikan%20Muslimah